Selasa, 21 Maret 2006
Dearest Souls
Menyambut Hari Down Syndrome Sedunia
Bekti Prawidyarini
Ibu Rumah Tangga:
''Jauh... dalam jangkauan manusia, untuk mengetahui apa kehendak-Nya, atas apa yang diberikan kepada umatnya.... Yang pasti semua adalah untuk kebaikan manusia itu sendiri, bukan untuk-Nya. Sebab Ia tidak memerlukan apapun. Karenanya, tiada lain hanya rasa syukur yang tak terhingga, yang patut disampaikan kepada-Nya atas anugrah -Nya yang terkadang 'buruk' menurut manusia.
''Itulah yang tertulis dalam 'jurnal' putri mungilku yang menjadi dasarku melangkah menghadapi hari-hari ke depan bersamanya, yang hadir dalam keluarga kami dengan special gift dari-Nya: down syndrome. Mungkin tak banyak yang tahu tentang down syndrome. Kalau saja penemunya bernama Dr Langdon Up, mungkin sebutannya menjadi up syndrome. Namun karena nama penemunya adalah Dr Langdon Down, jadilah sebutannya down syndrome yang lebih berkonotasi kelemahan. Sedikit orang yang tahu bahwa Selasa, 21 Maret 2006, telah ditetapkan sebagai sebagai ''Hari Down Syndrome Sedunia'' (World Down Syndrom Day/WDSD). Lembaga Down Syndrome International sengaja memilih tanggal 21 sesuai dengan keberadaan kromosom ke 21, yang dikaitkan dengan keberadaan down syndrome.
Untukku, DS (singkatan dari down syndrome) selalu kubaca sebagai dearest souls. Dan bagiku, inilah yang ingin aku sosialisasikan sekaligus ikut memperingati WDSD dalam bentuk yang sangat minim, mengingat kurangnya perhatian kita terhadap hal ini. Untuk lebih mengenal DS, silakan mengunjungi situs www.worlddownsyndromeday.org.
Satu dari 700
DS adalah suatu bentuk kelainan kromosom yang paling sering terjadi. Menurut penelitian, DS menimpa satu di antara 700 kelahiran hidup. Di Indonesia terdapat kurang lebih 300 ribu kasus DS.
Normalnya, tubuh manusia memiliki miliaran sel yang memiliki pusat informasi genetik di kromosom. Sebagian besar sel tubuh manusia mengandung 23 pasang kromosom (total 46 kromosom). Hanya sel reproduksi, yaitu sperma dan ovum yang masing-masing memiliki 23 kromosom tanpa pasangan. Dalam kasus DS, kromosom nomor 21 jumlahnya tidak sepasang seperti pada umumnya, melainkan tiga. Bahasa medisnya trisomy-21. Jumlah kromosom yang tidak normal tersebut bisa ditemukan di seluruh sel --pada 92 persen kasus-- atau di sebagian sel tubuh.
Akibat jumlah kromosom 21 yang berlebihan tersebut, terjadi guncangan sistem metabolisme sel yang berakibat munculnya DS. Dari hasil penelitian, 88 persen kromosom 21 tambahan tersebut berasal dari ibu, akibat kesalahan pada proses pembentukan ovum, delapan persen dari ayah, dan dua persen akibat penyimpangan pembelahan sel setelah pembuahan. Dari penelitian, terbukti DS yang diturunkan dari orang tua hanya lima persen dari keseluruhan kasus. Kesalahan penggandaan kromosom 21 juga bukan karena penyimpangan perilaku orang tua ataupun pengaruh pencemaran lingkungan.
Seorang DS memiliki kemampuan tertentu dalam proses pembelajaran. Artinya, proses belajar dan perkembangannya lebih lambat daripada anak bukan DS. Namun kebanyak anak DS dapat belajar, berjalan, membaca, menulis dan memasuki sekolah umum serta hidup mandiri.
Penting diketahui bahwa DS bukan penyakit; tidak menular; mereka sama sekali tidak merasakan sakit di bagian manapun dari tubuhnya; bukan kesalahan ibu atau bapak; bukan pula karena keadaan sosial, bangsa, ekonomi, atau alam sekeliling. Bukan pula karena ibu salah makan obat, makanan; pemikiran ibu terganggu; atau karena kegiatan ibu di masa mengandung.
Tak ada yang patut disalahkan. Semua itu kehendak Allah semata, karena sesungguhnya terjadinya DS sangatlah rumit.
Tiga tipe
Ada tiga tipe DS. Pertama, standar DS Trisomy 21. Umumnya Trisomy 21 dimiliki kurang lebih 94 persen anak-anak DS. Tipe ini terjadi secara alamiah dan dapat terjadi kepada siapapun tanpa diketahui penyebabnya.
Kedua, Mosaik DS. Jenis DS ini melibatkan lebih kurang empat persen dari semua individu-individu yang mempunyai DS, tidak disebabkan keturunan. Ketiga, Translokasi DS. Jenis ini paling sedikit terjadi, yaitu kurang lebih persen dari individu-individu yang mempunyai DS. Kemungkinan diturunkan dari ibu-bapak, tapi hanya lebih kurang satu dari tiga kejadian.
Dalam beberapa kasus, terlihat bahwa umur wanita terbukti berpengaruh besar terhadap munculnya DS pada bayi yang dilahirkannya. Dr Langdon Down yang memberikan rincian tentang anak-anak DS pada tahun 1866, mengatakan bahwa hal ini dapat terjadi 'satu dalam 700 kelahiran' dengan catatan kemungkinan memiliki DS akan semakin besar seiring dengan bertambahnya usia si ibu.
Ibu berumur di bawah 23 tahun memiliki kemungkinan melahirkan DS adalah satu dalam 2.000 kelahiran (1:2000); ibu umur 30 tahun 1:1.300; ibu umur 35 tahun 1:400; ibu umur 40 tahun 1:90; ibu umur 45 tahun 1:32; ibu umur 50 tahun 1:8.
Tapi teori DS yang telah berusia 30 tahun itu dibantah tim peneliti dari Johns Hopkins Medical Institutions. Menurut mereka DS terjadi karena hal yang lebih kompleks. Area genetik yang selama ini diasumsikan menjadi faktor penting dalam mencetuskan DS rupanya tak begitu berperan. Para peneliti dari Amerika Serikat tersebut menemukan bahwa gen yang bertanggung jawab pada DS. Seorang DS memiliki tanda-tanda klinis seperti bentuk mata yang miring dan tidak punya lipatan di kelopak; hidung mereka cenderung lebih kecil dan datar, tak jarang diikuti dengan saluran pernapasan yang kecil pula, sehingga mereka sering kesulitan bernapas; ukuran mulut seringkali lebih kecil; lidah tebal; pangkal mulut yang cenderung dangkal; otot mulut kerap lemah, sehingga menghambat kemampuan bicara.
Selain itu, pertumbuhan gigi geligi lambat dan tumbuh tak beraturan --gigi yang berantakan ini juga menyulitkan pertumbuhan gigi permanen; telinga mereka rendah dengan ukuran kanal telinga yang kecil, sehingga mudah terserang infeksi; rambut mereka lemas, tipis, dan jarang; bentuk kepala mereka juga cenderung peyang; tampilan wajah yang khas.
Tanda-tanda lainnya tangan mereka lebih kecil; jari-jari yang pendek dan kelingking yang bengkok; ruas kedua jari kelingking kadang tumbuh miring atau malah tidak ada sama sekali; lengan tangan 'palm' bergaris seperti pohon palm; jari-jari kaki renggang; telapak tangan terdapat garis melintang yang disebut simian crease; telunjuk dan ibu jari kaki jaraknya cenderung lebih jauh, yang disebut sandal foot.
Dengan diketahuinya gejala fisik tersebut, diharapkan orang tua, bidan, atau dokter sudah dapat mendeteksi adanya kemungkinan DS pada anak sehingga DS bisa ditangani lebih dini. Karena itu, disarankan agar ada pemeriksaan prenatal pada ibu berumur lebih dari 35 tahun untuk memastikan apakah janin memiliki kelainan atau tidak --selebihnya kembali kepada hati nurani masing-masing, apakah kehadirannya diterima atau tidak.
Namun jauh lebih penting adalah keterlibatan pemerintah yang seyogianya lebih besar dalam bentuk pemberian keringanan atau pembebasan biaya physical theraphy, penyediaan sentral-sentral bermain DS yang dapat meningkatkan kemampuannya, dilengkapi juga dengan bacaan-bacaan untuk menambah pengetahuan para ibu mengenai DS dan pentingnya nutrisi untuk mereka. Hal tersebut dapat dikatakan sangat penting, mengingat jumlah perkawinan dalam usia 30 tahun cenderung meningkat, yang berarti meningkat pula kemungkinan kehadiran DS yang merupakan gift yang harus disyukuri. ''Di balik kesulitan pasti ada kemudahan,'' demikian firman Allah dalam QS Al Insyirah Ayat 6.
<http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=240411&kat_id=16>http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=240411&kat_id=16
No comments:
Post a Comment