Selama ini jengkol lebih dikenal sebagai penyebat bau mulut. Sudah jadi rahasia bangsa, aroma tak sedap dari mulut pemakan jengkol bisa membuat lawan bicara lari kocar-kacir. Namun, ada satu lagi “kutukan” buat para penggemar jengkol, penyakit jengkolan namanya. Haruskah para jengkolmania berhenti makan jengkol?
Tentu tidak! Pun jangan salahkan diri Anda yang begitu tergila-gila pada semur jengkol, lalap jengkol, gulai jengkol, sayur lodeh berjengkol, rendang jengkol, sampai keripik jengkol. Semua sajian yang mengandung biji-bijian bernama keren Pithecolobium jeringa tadi memang menerbitkan air liur. Sebagai penggila jengkol, mestinya Anda tertantang menaklukkan jengkolan. Jangan Cuma bisa makan.
Tertusuk Jarum
Ciri-ciri penyakit jengkolan, biasanya didahului rasa pegal di pinggang yang sangar hebat. Disusul rasa nyeri nan melilit. Pegal dan sakit yang amat sangat itu dimungkinkan lantaran terjadinya gangguan pada saluran urogenital jengkolmania. Setelah itu, penderita akan didera kesulitan buang air kecil. Kalaupun bisa keluar, dicicil sedikit demi sedikit dan tentu saja, disertai rasa sakit.
Pada kondisi lebih parah, saluran kencing penderita bisa tersumbat, sehingga tak mampu membuang kotoran sama sekali. Akibatnya, sakit yang ditimbulkan jadi demikian hebat, kadang tak kuasa ditahan para penderita. Serangan yang menyebabkan tubuh kejang itu bakal reda dengan sendirinya, perlahan-lahan setelah berlangsung beberapa jam, kadang tanpa pengobatan apapun. Air seni pun bisa lancar lagi, meski tak jarang disertai warna merah karena telah bercampur darah.
Menurut hasil penelitian yang dilakukan pakar medis asal Jerman, seperti dikutip Prof. Dr. Ahmad Djaeni Sediatomo, dalam sekeping biji jengkol terdapat ikatan organik yang disebut asam jengkol atau jengkolic acid. Asam jengkol ini bersifat amphoter, bisa berbentuk ion pada reaksi biasa, tapi juga bersifat molekul netral pada reaksi netral (dengan pH sekitar 7.0). Ion asam jengkol sedikit larut pada reaksi asam dan reaksi basa, tetapi menjadi kristal yang tidak larut di dalam air pada pH (derajat keasaman) netral.
Kristal asam jengkol itu berbentuk jarum mikroskopik yang sangat tajam kedua ujungnya. Bentuknya seperti jarum-jarum halus. Ujung jarum yang luar biasa tajam ini menusuk-nusuk dinding saluran air seni, sehingga menimbulkan rasa sakit dan pegal luar biasa. Tusukan-tusukan itu juga yang membuat saluran buang air seni mengkerut, sehingga jarum mikroskopik dapat menusuk labih dalam dan lebih dalam lagi.
Setelah itu, terjadilah penyumbatan air seni, sebuah gejala dengan anuria (tak keluar kencing). Lazimnya, luka bekas tusukan itu juga mengeluarkan darah sehingga menyebabkan hematuria alias kencing darah. Memang, setelah melalui masa-masa menyakitkan selama berjam-jam, lambat laun air seni akan kembali normal. Endapan kristal asam jengkol pun larut kembali, diikuti oleh hilangnya rasa sakit. Tapi rasa sakitnya itu lho! Mana tahaaan?!
Tua Muda Sama Saja
Lantas, bagaimana kiat agar tetap bisa menikmati jengkol tanpa embel-embel jengkolan? Jangan terpengaruh pada mitos, buah jengkol muda lebih beracun ketimbang jengkol tua. Pada dasarnya, mengkonsumsi jengkol muda atau tua sama tingkat bahayanya. Hasil penelitian Oen dan kawan-kawan dari bagian Biokimia, Fakultas Kedokteran Universitas
Banyaknya asam jengkol di dalam biji jengkol memang berbeda-beda, tergantung pada varietas dan umur bijinya. Kandungan asam jengkol pada buah yang berumur satu bulan sekitar 1.1%. Jumlah ini bisa meningkat menjadi sekitar 1.6% ketika buah itu berumur
Cara ketiga, kalau ingin lebih aman lagi, pada waktu memasak atau merebus biji jengkol, bubuhkan daun melinjo. Konon, menurut resep pengobatan tradisional di beberapa daerah, daun melinjo sangat ampuh untuk menetralkan racun asam jengkol yang bersarang di tubuh. Apabila tiga upaya pencegahan itu masih juga tak mempan menahan gempuran jengkolan, lakukan pengobatan.
Pengobatan tradisional yang lazim dilakukan untuk pasien jengkolan adalah minum air gula merah (gula jawa) yang pekat dalam jumlah banyak. Atau memberi penderita minuman yang mengandung gas (soda), sehingga air seni menjadi alkalis (basa). Namun, jika semua upaya itu masih juga mentok, segera ke dokter. Siapa tahu, ada penyakit lain yang “membonceng” gejala akibat ulah si asam jengkol.
Oleh Masitoh DB, di Serang
Intisari edisi Mei 2004
No comments:
Post a Comment