Polisi lalu lintas atau pedagang kaki lima mengalami gangguan pendengaran akibat bising di jalan raya.
Fakta tersebut disampaikan oleh dr Damayanti Soetjipto dalam "Rapat Kerja Mengatasi Polusi Kebisingan" di Wisma PGI, Jalan Teuku Umar, Jakarta Pusat, Sabtu (23/1/2010). Damayanti juga mengatakan bahwa 10,7 persen anggota masyarakat yang melakukan aktivitas di jalan raya, seperti polisi lalu lintas atau pedagang kaki lima, mengalami gangguan pendengaran akibat bising. Begitu pula pekerja pabrik usia 30-46 tahun, 61,8 persennya mengalami gangguan pendengaran akibat kebisingan.
"Gangguan pendengaran akibat bising bisa mengenai semua umur. Bayi, remaja, orangtua. Yang dampaknya akan tuli, dan ini permanen," ujar Damayanti.
Kebisingan di kota besar seperti Jakarta dapat mengganggu kesehatan fisik dan mental. Menurut Damayanti, sering berada dalam situasi bising dapat membuat manusia mudah marah, stres, dan berujung pada pola tindakan asosial. Sering kali tidak disadari masyarakat bahwa kebisingan di tempat umum seperti mal dan tempat rekreasi ternyata, menurut Damayanti, telah mencapai 90-97 desibel, sementara batas yang diperkenankan hanya 70 desibel.
"Kalau 80 desibel masih boleh selama 24 jam. Kalau sudah 90 desibel, itu hanya boleh 2 jam saja," katanya.
Bagaimana dengan tingkat kebisingan di jalan raya? Seorang ahli fisika Institut Teknologi Bandung, Prof Soegijanto, dalam kesempatan yang sama mengatakan bahwa kebisingan di kota besar seperti Jakarta telah mencapai 80 desibel, sementara ambang batas yang diperkenankan hanya 70 desibel.
"Itu, 80 desibel diukur dari permukiman yang jaraknya 15 meter dari jalan raya. Kalau di tengah jalan rayanya, bisa jauh lebih tinggi kebisingannya," kata Prof Soegijanto.
No comments:
Post a Comment