Herry E.J. Pandaleke
Laboratorium Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi, Manado
ABSTRAK
Erisipelas adalah bentuk selulitis superfisial yang mengenai pembuluh limfe, disebabkan oleh Streptokokus betahemolitikus grup A.
Selulitis adalah peradangan akut jaringan subkutis dapat disebabkan oleh Streptokokus betahemolitikus, Stafilokokus aureus dan pada anak oleh Hemophilus influensa. Diagnosis penyakit ini dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinis. Penanganannya perlu memperhatikan faktor predisposisi dan komplikasi yang ada. Antibiotika yang tepat baik jenis, dosis, dan lama/cara pemberian perlu diperhatikan.
PENDAHULUAN
Selulitis adalah peradangan akut terutama menyerang jaringan subkutis, biasanya didahului luka atau trauma dengan penyebab tersering Streptokokus betahemolitikus dan Stafilokokus aureus. Pada anak usia di bawah 2 tahun dapat disebabkan oleh Haemophilus influenzae; keadaan anak tampak sakit berat,
sering disertai gangguan pernapasan bagian atas, dapat pula diikuti bakteremi dan septikemi.
Selulitis yang mengalami supurasi disebut flegmon, Sedangkan bentuk selulitis superfisial yang mengenai pembuluh limfe yang disebabkan oleh Streptokokus betahemolitikus grup A disebut erisipelas.
Dalam makalah ini akan dibicarakan faktor predisposisi, gambaran klinis, diagnosis/diagnosis banding, komplikasi, pengobatan/pencegahan erisipelas dan selulitis/flegmon.
FAKTOR PREDISPOSISI
Faktor predisposisi erisipelas dan selulitis adalah : kakheksia, diabetes melitus, malnutrisi, disgammaglobulinemia, alkoholisme dan keadaan yang dapat menurunkan daya tahan tubuh terutama bila disertai higiene yang jelek; diabetes dan alkoholisme sering diobservasi sebagai faktor predisposisi erisipelas(1)
. Faktor predisposisi yang bersifat lokal pada erisipelas umumnya edema baik yang berasal dari renal maupun sistim limfatik.
Selulitis umumnya terjadi akibat komplikasi suatu luka/ulkus atau lesi kulit yang lain, namun dapat terjadi secara mendadak pada kulit yang normal terutama pada edema limfatik, renal atau hipostatik.
GAMBARAN KLINIS
a) Erisipelas
Masa inkubasi 25 hari diikuti dengan demam tinggi (pada bayi sering diikuti konvulsi), sakit kepala, lesu, muntah-muntah. Pada daerah kulit yang terkena terlihat kemerahan, agak menonjol, batas jelas, nyeri tekan. Kadang-kadang dijumpai vesikel vesikel kecil pada tepinya. Dapat juga dijumpai bentuk bulosa.
b) Selulitis
Gambaran kliniknya tergantung dan akut/tidaknya infeksi. Umumnya pada semua bentuk ditandai dengan kemerahan yang batasnya tidak jelas, nyeri tekan dan pembengkakan. Penyebaran perluasan kemerahan ini dapat timbul secara cepat di sekitar luka/ulkus yang ada disertai demam, lesu. Pada keadaan akut, kadang-kadang timbul bula. Dapat dijumpai limfadenopati limfangitis. Tanpa pengobatan yang efektif dapat terjadi supurasi lokal (flegmon, nekrosis atau gangren)
Lokalisasi lesi erisipelas dan selulitis paling sering pada anggota gerak bawah/atas, wajah, badan dan genitalia.
DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis erisipelas dan selulitis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan Minis dan laboratorium, dan pemeriksaan penunjang lainnya.
Pada pemeriksaan klinis erisipelas, didapatkan adanya makula eritematous yang agak meninggi, berbatas jelas, teraba panas dan terasa nyeri. Di atas makulaeritematous dapat dijumpai vesikel. Penderita biasanya demam.
Pada pemeriksaan klinis selulitis : adanya makula eritematous, tepi tidak meninggi, batas tidak jelas, edema, infiltrat dan teraba panas. Dapat disertai limfangitis dan limfadenitis. Penderita biasanya demam dan dapat menjadi septikemi. Selulitis yang disebabkan oleh H. influenza, lesi kulit berwarna merah keabu-abuan, merah kebiru-biruan atau merah keunguan. Lesi kebiru-biruan atau keunguan dapat juga ditemukan pada selulitis yang disebabkan oleh Streptokokus pneumonia. Anak dengan selulitis yang disebabkan oleh H. influenza tampak sakit berat dan toksik dan sening disertai gejala infeksi tnaktus respiratonius bagian atas, bakteriemi dan septikemi. Pada pemeriksaan laboratonium danah tepi enisipelas didapatkan leukositosis (15.00020.000). Pada pemeriksaan urine ditemukan proteinuria dan hematuria bila telah ada komplikasi pada ginjal. Pada pemeriksaan darah tepi selulitis terdapat leukositosis (15.00040.000) dengan hitung jenis bergeser ke kiri. Seringkali tidak mungkin membuat kultur dan lesi terhadap Streptokokus kanena hanya positif untuk Streptokokus saat gejala klinis erisipelas bdum timbul; tetapi kuman tersebut dapat dijumpai pada tenggorokan, hidung atau mata. Titer ASTO meningkat pada minggu I.
Erisipelas didiagnosis banding dengan : Dermatitis venenata, edema angioneurotik, scarlet fever, lupus eritematosus diskoid pada wajah dan lepra tuberkuloid akut pada wajah.
Perbedaan selulitis dan eriisipelas adalah : Selulitis batas lesi tidak jelas, sedangkan pada eriisipelas jelas. Juga pada selulitis terdapat infiltrat dijariingan subkutan. Sering pada kasus tertentu sukar dibedakan sehingga didiagnosis sebagai Erisipeloselulitis.
KOMPLIKASI
a) Erisipelas
Bila tidak diobati atau diobati tetapi dosis tidak adekuat, maka kuman penyebab erisipelas akan menyebar melalui aliran limfe sehingga terjadi abses subkutan, septikemi dan infeksi ke organ lain (nefritis). Pengobatan dini dan adekuat dapat mencegah terjadinya komplikasi supuratif dan non supuratif.
Pada bayi dan penderita usia lanjut yang lemah, serta penderita yang sementara mendapat pengobatan dengan kortikosteroid, erisipelas dapat progresif bahkan bisa terjadi kematian (mortalitas pada bayi bisa mencapai 50%).
Ensipelas cenderungrekuren pada lokasi yang sama, mungkin disebabkan oleh kelainan imunologis, tetapi faktor predisposisi yang berperan pada serangan pertama harus dipertimbangkan sebagai penyebab misalnya obstruksi limfatik akibat mastektomi radikal (merupakan faktor predisposisi erisipelas rekuren).
b) Selulitis
Pada anak dan orang dewasa yang immunocompromised, penyulit pada selulitis dapat berupa gangren, metastasis, abses dan sepsis yang berat. Selulitis pada wajah merupakan indikator dini terjadinya bakteriemi stafilokokus betahemolitikus grup A; dapat berakibat fatal karena mengakibatkan trombosis sinus kavernosum yang septik. Selulitis pada wajah dapat menyebabkan penyulit intra kranial berupa meningitis.
PENATALAKSANAAN
a) Erisipelas
Penisilin merupakan obat pilihan untuk erisipelas. Biasanya digunakan Procaine Penicilline G 600.000-2.000.000 IU selama 6 hari untuk penderita erisipelas dewasa yang sedang sampai berat;
pada kasus yang ringan digunakan Penicilline V 250-500 mg perhari peroral selama 10-14 hari. Pada anak-anak, dosis penisilin G 50.000-100.000 IU/kgbb/hari IM. Perbaikan secara umum terjadi dalam 2448 jam tetapi penyembuhan lesi kulit memerlukan beberapa hari. Pengobatan yang adekuat minimal selama 10 hari. Pada penderita yang alergi terhadap penisilin diberikan eritomisin (dewasa 12 gram/hari; anak-anak: 30-50 mg/kgbb/ hari) selama 714 hari. Dapat juga digunakan klindamisin (dewasa 4 x 150300 mg/hari; anak-anak 4 x 8-12 mg/kgbb/hari. Penderita dianjurkan istirahat (masuk rumah sakit). Bila lokasi lesi pada tungkai bawah dan kaki maka bagian yang terserang ini ditinggikan. Secara lokal, dapat diberikan kompres terbuka yaitu kompres dingin untuk mengurangi rasa sakit. Bila terdapat vesikula atau bulla dapat dikompres dulu dengan rivanol 1%, setelah cairan mengering dilanjutkan dengan pemberian topikal antibiotikaseperti kombinasi basitrasin dan polimiksin B atau framisetin sulfat
b) Selulitis
Pada selulitis karena H. influenza diberikan ampisilin 200 mg/kgbb/hari selama 7-10 hari dan pada kasus berat dapat dikombinasi dengan kloramfenikol 100 mglkgbb/hari. Selulitis karena streptokokus diben penisilin prokain G (dosis = erisipelas)
Pada selulitis yang ternyata penyebabnya bukan Stafilokokus aureus penghasil penisilinase (non SAPP) dapat diberi penisilin. Pada yang alergi terhadap penisilin, sebagai alternatif digunakan eritromisin atau klindamisin (dosis = erisipelas). Pada yang penyebabnya SAPP selain eritnomisin dan klindamisin, juga dapat diberikan dikloksasilin 12,525 mglkgbb/hari secara oral selama 7-10 hari, atau sefalozelin IMIIV (dewasa 1 g/hari, kasus berat ditingkatkan 35 gram/hari; bayi dan anak-anak 2040 mg/kgbb/
hari, kasus berat sampai 100 mg/kgbb/hari; neonati 1020 mg/ kgbb/hari diberikan 2 kali sehari)
PENCEGAHAN
Untuk mencegah terjadinya erisipelas dan selulitis/flegmon
maka hal-hal di bawah ini perlu dilakukan:
1) Menjaga kebersihan tubuh dengan mandi teratur dan
menggunakan sabun atau shampo yang mengandung antiseptik,
agar kuman patogen secepatnya hilang dan kulit.
2) Mengatasi faktor predisposisi.
3) Mengusahakan tidak terjadinya kerusakan kulit atau bila
telah terjadi kerusakan kulit berupa luka kecil maka segera
dirawat/diobati
KEPUSTAKAAN
1. Bernard P. Bonnetblanc JM, Denis F. Dermatology in Europe (ed) Emililiano Panconesi. Blackweil Scien. Publ. 1991 : 102104.
2. Arnold HL, Odom RB, James WD. Andrew's Diseases of the Skin, Clinical Dermatology 8th c Philadelphia, London, Toronto: WB Saunders Co, 1990 : 27778.
3. Baker AB. Clinical Neurology revised ed. Philadelphia: Harper Row PubI. 1981 : 9-18.
4. Charter C. Grosshans E. Internat. J. Dermatol. 1985; 29(7): 459-66.
5. DiNubile Mark J. Septic Thrombosis of the Cavernosus Sinuses. Arch Neurol 1988; 45: 56772.
6. Eaglestein WH, AndrophyE. Erisipelas. In Current Dermatology Therapy Stuard Maddin (ed). Philadelphia: WB Saunders Co. 1982: 15356.
7. Falco OB, Plewig G, Wolff HH, Winkelman RK. Disease caused by Streptococci. Dennatology. Berlin Heidelberg, New York: Spnnger-Verlag, 1991 : 17375.
8. Gan VHS, SetiabudyR. Antimikroba. Pengantar. Dalam: Farmakologi dan Terapi edisi ke 3, Jakarta: Bagian Farmakologi FKUI. 1987 : 51426.
9. Harun ES, SUkanto H, Agusni 1, Soeparlan AG. Erisipelas. Dalam: Pedoman Diagnosis dan Terapi RSUD Dr. Soetomo. Surabaya: LabIUPF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelanun FK UNAIR/RSUD Dr. Soetomo, 1982:
29-31.
10. Hurwitz S. Clinical Pediatric Dennatology 2nd ed. WE Saunders Co. 1993: 28486.
11. Hanger SB. Facial Cellulitis. Pediatrics 1981; 67: 37677.
12. Moschella SL, Hurley HJ Dermatology, Vol. 1, 2nd ed. Philadelphia: Saunders Co, 1985 : 61819. Cermin Dunia Kedokteran No. 117, 1997
No comments:
Post a Comment