Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta yang letaknya normal sebelum janin lahir.
Insidens
Berkisar diantara 1 per 78 sampai 206 persalinan. Di RSCM Jakarta (1968 - 1971) : 2,1% dari seluruh persalinan.
Etiologi/Faktor Predisposisi
1. Hipertensi dalam kehamilan (penyakit hipertensi menahun, preeklamsia, eklamsia)
2. Multiparitas, umur ibu yang tua
3. Tali pusat pendek
4. Uterus yang tiba-tiba mengecil (hidramnion, gemelli anak ke-2)
5. Tekanan pada vena cava inferior
6. Defisiensi gizi, defisiensi asam folat
7. Trauma.
Klasifikasi Klinis
• Solusio plasenta ringan
• Solusio plasenta sedang
• Solusio plasenta berat
• Solusio plasenta totalis : plasenta terlepas seluruhnya
• Solusio plasenta partialis : plasenta terlepas sebagian.
• Perdarahan tersembunyi/terselubung (concealed) : 20%
• Perdarahan keluar pervaginam (revealed) " 80%.
Patogenesis.
Solusio plasenta dimulai dengan terjadinya perdarahan ke dalam desidua basalis dan terbentuknya hematom subkhorionik yang dapat berasal dari pembuluh darah miometrium atau plasenta, dengan berkembangnya hematom subkhorionik terjadi penekanan dan perluasan pelepasan plasenta dari dinding uterus.
Plasenta normal dan solusio plasenta dengan hematom
subkhorionik.
Apabila perdarahan sedikit, hematom yang kecil hanya akan sedikit mendesak jaringan plasenta dan peredaran darah utero-plasenter belum terganggu, serta gejala dan tandanya pun belum jelas. Kejadian baru diketahui setelah plasenta lahir, yang pada pemeriksaan plasenta didapatkan cekungan pada permukaan maternalnya dengan bekuan darah lama yang berwarna kehitaman. Biasanya perdarahan akan berlangsung terus-menerus/tidak terkontrol karena otot uterus yang meregang oleh kehamilan tidak mampu berkontraksi untuk membantu dalam menghentikan perdarahan yang terjadi. Akibatnya hematom subkhorionik akan menjadi bertambah besar, kemudian akan medesak plasenta sehingga sebagian dan akhirnya seluruh plasenta akan terlepas dari implantasinya di dinding uterus. Sebagian darah akan masuk ke bawah selaput ketuban, dapat juga keluar melalui vagina, darah juga dapat menembus masuk ke dalam kantong amnion, atau mengadakan ekstravasasi di antara otot-otot miometrium. Apabila ekstravasasinya berlangsung hebat akan terjadi suatu kondisi uterus yang biasanya disebut dengan istilah Uterus Couvelaire, dimana pada kondisi ini dapat dilihat secara makroskopis seluruh permukaan uterus terdapat bercak-bercak berwarna biru atau ungu. Uterus pada kondisi seperti ini (Uterus Couvelaire) akan terasa sangat tegang, nyeri dan juga akan mengganggu kontraktilitas (kemampuan berkontraksi) uterus yang sangat diperlukan pada saat setelah bayi dilahirkan sebagai akibatnya akan terjadi perdarahan post partum yang hebat.
Akibat kerusakan miometrium dan bekuan retroplasenter adalah pelepasan tromboplastin yang banyak ke dalam peredaran darah ibu, sehingga berakibat pembekuan intravaskuler dimana-mana yang akan menghabiskan sebagian besar persediaan fibrinogen. Akibatnya ibu jatuh pada keadaan hipofibrinogenemia. Pada keadaan hipofibrinogenemia ini terjadi gangguan pembekuan darah yang tidak hanya di uterus, tetapi juga pada alat-alat tubuh lainnya.
Gejala klinik (Klasik)
1. Perdarahan pervaginam disertai rasa nyeri di perut yang terus menerus, wama darah merah kehitaman.
2. Uterus tegang seperti papan (uterus enbois, wooden uterus).
3. Palpasi janin sulit
4. Auskultasi djj(denyut jantung janin) sering negatif
5. KU pasien lebih buruk dari jumlah darah yang keluar
6. Sering terjadi renjatan (hipovolemik dan neurogenik)
7. Pasien kelihatan pucar, sejak, gelisah dan kesakitan.
Catatan :
Pada gejala solusio plasenta ringan dengan gejala tidak menonjol, harus hati-hati, karena anak bisa mati.
Diagnosis
1. Gejala klinis
2. Periksa dalam (VT) : ketuban menonjol walaupun tidak ada his
3. Pemeriksaan USG
4. Plasenta kelihatan cekung atau lebih tipis di tempat adanya hematom (diagnosa setelah plasenta lahir).
Penanganan
1. Pasien dirawat di rumah sakit, istirahat baring, mengukur keseimbangan cairan.
2. KU segera diperbaiki segera diberikan infus dan transfusi darah segar.
3. Pemeriksaan laboratorium : Hb, HCT, COT, golongan darah, kadar fibrinogen plasma, urine lengkap, fungsi ginjal.
4. Jika anak hidup dan sudah viable, dilakukan SC.
5. Pasien gelisah dan mengerang kesakitan, diberikan suntikan analgetika (petidin, morfin).
6. Persalinan dipercepat denganamniotomi danoksitosin drips.
7. Jika dalam 6 jam persalinan belum selesai, dilakukan SC.
8. Bila sudah terjadi gangguan pembekuan darah (COT) > 30 menit), diberikan darah segar dalam jumlah besar, kalau perlu fibrinogen intravena, monitor berkala dengan pemeriksaan COT dan Hb.
9. Jika KU pasien kurang baik dengan kadar Hb yang rendah (< style="font-weight: bold;">Komplikasi
a) Yang terjadi segera (immediate) adalah perdarahan dan renjatan.
b) Yang terjadi kemudian (delayer) :
1) Uterus couvelaire = utero=placental-apoplexy
2)Gangguan pembekuan darah (hipo atau a-fibrinogenemi, DIC)
3) Gagal ginjal akut :
-- rental cortical necrosis
-- Lower nephron necrosis dengan gejala proteinuria, oliguria dan nauria.
6) Infeksi pelbvis.
7) sinfrom Sheehan (nekrose kelenjar hipofise).
Prognosis
Ibu:
Baik, kalau persalinan sudah selesai dalam batas waktu 6 jam sejak saat mulai terjadinya keadaan patologik solusio plasenta dan pasien segera mendapat transfusi darah segar.
Anak :
Pada solusio plasenta berat, 100% janin mengalami kematian; pada solusio plasenta ringan dan sedang, kematian janin tergantung pada luasnya plasenta yang terlepas, umur kehamilan dan cepatnya pertolongan.
Sumber : dari sini
No comments:
Post a Comment