Karena itu, orang yang sangat aktif memerlukan thiamin lebih banyak ketimbang yang kurang aktif. Demikian pula yang menerima asupan karbohidrat (kalori) lebih banyak memerlukan thiamin lebih banyak. Thiamin yang lebih banyak itu diperlukan untuk metabolisme yang lebilh berat akibat aktivitas dan konsumsi karbohidrat yang lebih banyak tadi.
Dalam bahan alami, vitamin B1 banyak ditemukan dalam kacang-kacangan dan biji-bijian, yang merupakan bahan pangan pokok di seluruh dunia. Selain dalam biji-bijian, thiamin juga banyak ditemukan pada daging sapi. Vitamin ini sering pula ditambahkan pada biji-bijian atau makanan dalam kemasan yang dimasak sampai matang. Kita mungkin tidak tahu mendapatkan thiamin kalau tidak membaca pada label kemasannya.
Untuk mengatasi kekurangan vitamin yang larut dalam air ini para ahli berusaha menyediakannya sebagai suplemen. Yang mula-mula ditemukan adalah thiamin HCl. Persenyawaan ini di dalam saluran pencernaan ternyata diurai oleh enzim aneurinase, sehingga penyerapannya terbatas. Dari penelitian diketahui, 50 mg thiamin HCl yang diminum secara oral, Cuma 15 mg yang diserap tubuh (Goldman & Gilman).
Berikutnya ditemukan allithiamin atau alliamin (TAD), yakni thiamin yang bersenyawa dengan unsure utama bawang putih, allicin. Allicin adalah senyawa pemberi aroma khas bawang putih yang dihasilkan dari alliin melalui suatu proses kerja enzim allinase selama penghalusan bawang putih segar. Allicin itu kemudian disenyawakan dengan thiamin dalam medium alkali ringan membentuk allithiamin. Allithiamin ini dihasilkan dalam bentuk kristal pada tahun 1951 sebagai hasil penelitian bersama fujiwara dan Matsukawa dan formula strukturnya sudah
Persenyawaan thiamin dan allicin ini kebal dari pengaruh aneurinase, sehingga penyerapannya dapat maksimal. Artinya, dia bekerja lebih baik ketimbang thiamin HCl. Setelah diserap oleh tubuh, dikonversikan menjadi bentuk aktif thiamin yaitu, ko-karbosilase, yang membantu proses produksi energi tubuh. Dengan demikian keterbatasan penyerapan thiamin praktis dapat diatasi.
Generasi berikutnya adalah TPD, thiamin propyl disulfide. Bentuk thiamin ini diserap lebih baik di saluran cerna, bertahan lebih lama di dalam tubuh dan dikeluarkan dalam jumlah lebih sedikit melalui feses. Sayangnya, aroma bawang putihnya cukup kuat. Karena aroma ini orang tertentu sulit menerimanya. Bau itu kemudian dicoba untuk dihilangkan atau paling tidak dikurangi. Setelah melalui penelitian beberapa tahun, pada 1958 oleh Yarugi dkk. berhasil disintesis suatu unsure yang nyaris tak barbau bawang putih dan tetap memiliki semua kelebihan TPD. Nama thiamin generasi terakhir ini adalah TTFD atau disebut juga fursulthiamin.
Oleh (*/Gde/Djs)
Intisari edisi Desember 1998
No comments:
Post a Comment