Mengonsumsi obat penghilang sakit sudah menjadi kebiasaan banyak orang. Padahal di baliknya ada risiko yang membahayakan kesehatan. Apa itu?
Obat penghilang rasa sakit kini banyak dijual bebas. Sedikit sakit kepala atau gigi, cukup ke warung atau apotik, dan kita dapat obat itu. Tanpa resep dokter. Padahal sejumlah obat diidentifikasi memiliki efek negatif. Peneliti belum lama ini menemukan bahwa penggunaan dosis tinggi obat penghilang sakit sejenis ibuproven dan tylenol bisa meningkatkan tekanan darah. Uniknya, ini hanya dialami oleh kaum perempuan saja.
Efek yang sama tidak ditemukan dalam aspirin. Namun efek itu baru muncul setelah tiga hingga empat tahun penggunaan obat secara rutin.
Hasil riset yang dipublikasikan di jurnal Hypertenson ini menambah daftar panjang bahwa obat pemerang sakit punya efek negatif. Ini berlaku bagi obat yang dengan resep dokter maupun dijual bebas. Ini berarti, setiap orang harus menggunakan obat sejenis itu dengan hati-hati.
Survei
Yang disebut sebagai obat berisiko itu termasuk juga jenis asetaminofen atau parasetamol, produksi Johnson & Johnson Co yang bermerek dagang Tylenol. Menurut ilmuan, perempuan yang mengonsumsi 500 miligram (mg) atau lebih asetaminofen per hari, ditemukan dua kali berisiko kena tekanan darah tinggi disbanding yang tidak mengonsumsi asetaminofen.
Secara detail, studi itu menyebut, perempuan usia 51-77 tahun yang menggunakan ibuprofen 400 mg perhari memiliki risiko 80 persen menderita hipertensi dibanding yang tidak mengonsumsi obat ini. Sedangkan perempuan dalam usia lebih muda, 34-53 tahun yang melahap ibuproven sebanyak 400 mg per hari, punya risiko 60 persen lebih tinggi mengidap hipertensi ketimbang yang tidak.
Studi yang dilakukan melibatkan 1.903 perempuan berusia antara 51-77 tahun. Kelompok usia lebih muda adalah perempuan usia 34-53 tahun. Semua perempuan itu tidak mengidap tekanan darah tinggi sama sekali ketika studi mulai dilakukan. Kemudian studi dilakukan dengan mengajukan pertanyaan rutin mengenai aspek kesehatan dan gaya hidup, termasuk obat jenis apa yang serng mereka pakai. Semua jawaban dari mereka diamati dengan seksama.
Pengamatan ini juga difokuskan pada obat-obat dengan resep dokter yang tergolong sebagai inhibitor COX-2. Obat ini terbukti meningkatkan potensi naiknya tekanan darah, stroke dan serangan jantung. Pasien yang menggunakan obat ini juga berisiko kena pendarahan perut.
Waspada
Ilmuan tidak menyarankan agar obat-obatan ini dilarang beredar. Orang yang menderita penyakit kronis memang semestinya mendapat penanganan atas penyakitnya. Namun kemungkinan banyak orang yang terus saja memakai obat-obat ini hanya karena rasa sakit yang kurang berarti. Mereka juga cenderung tidak mengindahkan anjuran dokter.
Selama ini obat pengurang rasa sakit banyak digunakan oleh mereka yang menderita sakit kepala, nyeri tulang atau jenis rasa sakit lain. Temuan ini setidaknya membuat mereka yang berlangganan obat sejenis itu bisa sedikit waspada, lebih berhati-hati dan alangkah baiknya kalau mengurangi dosisnya.
Tekanan darah yang meningkat berarti sama saja dengan peningkatan risiko terkena stroke, serangan jantung dan gagal jantung. Semuanya itu merupakan penyakit yang banyak diderita penduduk Paman Sam.
Aspirin tergolong obat yang justru bisa mencegah penyakit jantung apabila dibanding pemerang rasa sakit lainnya. Ada juga obat lain yang cukup aman dikonsumsi, yakni jenis Non-Steroidal Anti-Inflammatory Drugs (NSAIDS). Asetaminofen, walau berbahaya bagi tekanan dara, masih tergolong aman untuk jantung. Tapi Forman menyatakan obat-obat ini justru bisa berpengaruh pada fungsi endothelial, yakni kinerja saluran darah. NSAIDS, mempengaruhi komponen yang diproduksi dalam tubuh yang bernama prostaglandins.
Walaupun aspirin juga adalah sintesa inhibit prostaglandin, obat ini tidak terkait dengan disfungsi endothelial. Secara kontras, aspirin justru meningkatkan fungsi endothelial seperti yang pernah terjadi pada banyak kasus pasien ateroklerosis.
Sumber : www.sinarharapan.co.id
No comments:
Post a Comment