Mendengar kata hormon, yang terlintas di benak awam kebanyakan adalah sesuatu yang berhubungan dengan seks. Sebagian kalangan bahkan merasa tabu untuk membicarakannya. Padahal zat satu ini sangat dibutuhkan oleh setiap manusia, lelaki maupun perempuan. Dan pada perempuan, hormon ternyata sangat membantu mereka dalam meningkatkan kualitas hidup.
”Perempuan membutuhkan hormon estrogen seumur hidupnya, hanya dosisnya berbeda-beda,” ujar Prof. Dr. Farid Anfasa Muluk, dosen Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) kepada pers dalam sebuah workshop mengenai hormon dan kesehatan di Jakarta, Kamis (25/9). Hormon ini diperlukan oleh hampir semua organ tubuh seperti kulit, mata, alat reproduksi, kuku, pembuluh darah dan sebagainya.
Di luar dugaan banyak orang, hormon estrogen dan progesteron memiliki peran cukup penting dalam kehidupan perempuan. Asal tahu saja, kedua hormon inilah yang membuat kaum Hawa lebih sedikit berpotensi diserang stroke dibanding lelaki. Namun setelah memasuki masa menopause, risiko terserang stroke pada perempuan sama besarnya dengan lelaki. Ini disebabkan penyusutan hormon progesteron dan estrogen. Selama usia reproduksi, kaum hawa memiliki hormon cukup guna mengantisipasi penyakit seperti jantung dan osteoporosis.
Kedua hormon khas perempuan yang dihasilkan dari indung telur juga berimbas pada bentuk tubuh dan penampilan seorang perempuan. Inilah yang membedakan antara perempuan kecil dengan perempuan dewasa. Semakin dewasa, makin tinggi produksi kedua hormon tadi dan semakin tampak ciri kewanitaannya.
Hormon bukan hanya menjadi penanda kematangan usia seseorang, namun juga telah direkayasa menjadi obat-obat tertentu. Obat kontrasepsi bagi perempuan misalnya, merupakan hormon sintetis yang dibuat sedemikian rupa sehingga mampu mengendalikan masa ovulasi.
”Sempat terjadi kontroversi mengenai hormon seks ketika kontrasepsi hormonal muncul pada tahun 1960-an. Ada yang merasa ketakutan akibat mitos pemberitaan yang tidak akurat,” ujar Dr.Yanto Kadarusman, SpOG pada kesempatan serupa. Padahal kalau dilihat dari perkembangannya, pil kontrasepsi selalu mengandung hormon tertentu yang memang dibutuhkan oleh tubuh penggunanya, dalam hal ini perempuan. Pil-pil yang mengandung hormon progesteron ini mengalami evolusi dari waktu ke waktu sehingga semakin sempurna. Efek samping yang ditimbulkannya juga kian minim saja.
Produk kontrasepsi hormonal ini dibuat sedemikian rupa sehingga mengikuti apa yang diperlukan perempuan masa kini. Pil kontrasepsi bukan lagi sekadar berfungsi sebagai alat pencegah kehamilan semata. Beragam efek samping yang muncul akibat mengonsumsi pil kontrasepsi kerap membuat kaum Hawa mengeluh. ”Saya menjadi gendut sejak ikut KB. Tapi bagaimana lagi, hanya KB jenis ini saja yang cocok dengan saya,” keluh Mirna (35). Atau keluhan lainnya, ”Muncul bercak hitam di kulit saya sejak minum pil KB.” Namun benarkah pil kontrasepsi selalu berimbas pada gangguan penampilan? Tidak selalu.
Di awal kemunculannya, pil kontrasepsi menimbulkan efek samping yang cukup mengerikan, yakni pendarahan. Adalah pil jenis Norehynodrel yang tergolong jenis ini, pil kontrasepsi hormonal pertama yang ada. Kemudian para ahli berpikir keras bagaimana agar efek tersebut bisa ditekan. Di tahun 1970-an muncul pil kontrasepsi hormonal jenis Levonorgestrel. Jenis ini merupakan yang paling banyak dipakai di dunia, dikenal dengan merek dagang Microgynon. Memang pil ini sudah tidak menimbulkan pendarahan, namun para penggunanya seringkali mengeluh akibat tubuh menjadi gemuk dan kulit kasar. ”Ini disebabkan banyaknya kandungan androgen dalam pil ini. Androgen adalah zat yang semestinya lebih banyak terdapat dalam tubuh lelaki. Maka tidak heran kalau mengonsumsi pil ini bisa memicu kegemukan dan gangguan penampilan kulit,” jelas Yanto.
Hiper-androgen
Generasi berikut dari pil kontrasepsi hormonal adalah Desogestrel, Norgestimat, Norrethindron dan Gestodene. Jenis ini berusaha menekan efek samping kegemukan dan gangguan kulit namun dengan hasil yang berbeda-beda pada penggunanya. Dan terakhir generasi terbaru adalah pil kontrasepsi yang populer disebut Pil KB Plus. Pil ini merupakan pil kontrasepsi yang bukan saja mencegah kehamilan tapi juga menekan efek samping sedemikian rupa sehingga bisa memperbaiki penampilan pemakainya. Contoh pil macam ini adalah jenis Cyproterone acetate (CPA) dan Drospirenone. CPA mampu memperbaiki penampilan kulit seperti mencegah jerawat dan bercak hitam yang biasa muncul pada pemakaian pil KB biasa lainnya. Sedangkan Drospirenoni (DRSP) bisa menjaga kelangsingan tubuh. Kedua pil ini kerjanya mencegah terjadinya hiper-androgen, yakni saat seorang perempuan menderita kelainan endoktrin. Jika ada perempuan mengeluh dengan banyaknya bulu pada tangan dan kaki yang terlalu panjang atau bahkan berkumis, maka itu merupakan ciri hiper-androgen. Ciri lain justru munculnya kebotakan pada rambut atau juga jerawat berlebihan.
Menurut Yanto, hiper-andorgen disebabkan oleh kerja androgen yang berlebih dalam tubuh. Selain menganggu penampilan, kondisi ini juga mempengaruhi reproduksi perempuan pada usia produktif hingga 10-20 persen. Pengaruh tersebut meliputi gangguan siklus menstruasi, obesitas juga abnormalitas metabolisme tubuh. Dan kalau ini dibiarkan bisa memicu resistensi insulin, juga peningkatan risiko penyakit kardiovaskular. Perempuan dengan kondisi seperti ini sebaiknya mengkonsumsi jenis Pil KB Plus yang bisa menambah hormon progesteron dalam tubuh dan menekan androgen. Jenis hormon ini misalnya CPA, DRSP, Chlomardinone acetate dan Dienogest (DNG).
Kemunculan beragam pil kontrasepsi hormonal jenis baru ini bisa membuat kaum perempuan tidak malas lagi ber-KB. Sebab dengan efek samping yang ditekan sedemikian rupa, tak ada lagi alasan untuk tidak menenggak pil KB.
Sumber :
No comments:
Post a Comment