Friday, August 26, 2011

Analgesik : Tramadol

Banyak obat-obat yang beredar di pasar Indonesia untuk mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri tersebut yang lazim kita sebut dengan analgesik. Obat analgesik adalah obat yang mempunyai efek menghilangkan atau mengurangi nyeri tanpa disertai hilangnya kesadaran atau fungsi sensorik lainnya. Obat analgesik bekerja dengan meningkatkan ambang nyeri, mempengaruhi emosi (sehingga mempengaruhi persepsi nyeri), menimbulkan sedasi atau sopor (sehingga nilai ambang nyeri naik) atau mengubah persepsi modalitas nyeri. Obat analgesik beragam macamnya diantaranya obat analgesik narkotik (opioid) dan obat analgesik non narkotik (non-opioid). Obat analgesik narkotik contohnya morphin sedangkan contoh obat analgesik non-narkotik adalah parasetamol, aspirin, dan masih banyak yang lain. Dalam penggunaan obat analgesik narkotik harus mempertimbangkan banyak hal, karena obat analgesik narkotik memiliki banyak efek samping yang tidak diinginkan, misalnya depresi pernafasan, dan adiksi (ketagihan). Akan tetapi obat analgesik golongan narkotik memiliki kemampuan analgesik yang cukup kuat untuk mengurangi atau menghilangkan nyeri derajat sedang keatas.
Salah satu analgesik yang banyak beredar dan dipergunakan untuk mengurangi atau menghilangkan nyeri derajat sedang keatas adalah tramadol. Tramadol merupakan obat analgesik yang bekerja secara sentral, bersifat agonis opioid (memiliki sifat seperti opium / morfin), dapat diberikan peroral ; parenteral ; intravena ; intramuskular, dalam beberapa penelitian menunjukkan efek samping yang ditimbulkan oleh karena pemberian tramadol secara bolus intravena diantaranya adalah mual, muntah, pusing, gatal, sesak nafas, mulut kering, dan berkeringat selain itu tramadol menunjukkan penggunaannya lebih aman bila dibandingkan dengan obat analgesik jenis morphin yang lain.
Dalam perkembangan untuk mendapatkan obat analgesik yang ideal, tramadol menjadi drug of choice sebagai analgesik. Tramadol adalah campuran rasemik dari dua isomer, salah satu obat analgesik opiat (mirip morfin), termasuk golongan aminocyclohexanol, yang bekerja secara sentral pada penghambat pengambilan kembali noradrenergik dan serotonin neurotransmission, dapat diberikan peroral, parenteral, intravena, intramuskular. Bereaksi menghambat nyeri pada reseptor mu opiat, analog dengan kodein.

Sifat-sifat Farmakodinamis
Tramadol mempunyai 2 mekanisme yang berbeda pada manajemen nyeri yang keduanya bekerja secara sinergis yaitu : agonis opioid yang lemah dan penghambat pengambilan kembali monoamin neurotransmitter. Tramadol mempunyai bioavailabilitas 70% sampai 90% pada pemberian peroral, serta dengan pemberian dua kali sehari dapat mengendalikan nyeri secara efektif.

Tramadol mempunyai efek merugikan yang paling lazim dalam penggunaan pada waktu yang singkat dan biasanya hanya pada awal penggunaannya saja yaitu pusing, mual, sedasi, mulut kering, berkeringat dengan insidensi berkisar antara 2,5 sampai 6.5%. Tidak dilaporkan adanya depresi pernafasan yang secara klinis relevan setelah dosis obat yang direkomendasikan. Depresi pernafasan telah ditunjukkan hanya pada beberapa pasien yang diberikan tramadol sebagai kombinasi dengan anestesi, sehingga membutuhkan naloxone pada sedikit pasien. Pada pemberian tramadol pada nyeri waktu proses kelahiran, tramadol intravena tidak menyebabkan depresi pernafasan pada neonatus.

Sifat-sifat Farmakokinetik
Setelah pemakaian secara oral seperti dalam bentuk kapsul atau tablet, tramadol akan muncul di dalam plasma selama 15 sampai 45 menit, mempunyai onset setelah 1 jam yang mencapai konsentrasi plasma pada mean selama 2 jam. Absolute oral bioavailability tramadol kira-kira sebesar 68% setelah satu dosis dan kemudian meningkat menjadi 90 hingga 100% pada banyak pemakaian (multiple administration). Tramadol sangat mirip (high tissue affinity) dengan volume distribusi 306 dan 203L setelah secara berturut-turut dipakai secara oral dan secara intravena.

Tramadol mengalami metabolisme hepatik, secara cepat dapat diserap pada traktus gastrointestinal, 20% mengalami first-pass metabolisme didalam hati dengan hampir 85% dosis oral yang dimetabolisir pada relawan muda yang sehat. Hanya 1 metabolit, O-demethyl tramadol, yang secara farmakologis aktif. Mean elimination half-life dari tramadol setelah pemakaian secara oral atau pemakaian secara intravena yakni 5 hingga 6 jam. Hampir 90% dari suatu dosis oral diekskresi melalui ginjal. Elimination half-life meningkat sekitar 2-kali lipat pada pasien yang mengalami gangguan fungsi hepatik atau renal. Pada co-administration (pemakaian bersama-sama) dengan carbamazepine untuk mempengaruhi ensim hepatik, elimination half-life dari tramadol merosot.
Pada wanita hamil dan menyusui tramadol dapat melintasi plasenta dan tidak merugikan janin bila digunakan jauh sebelum partus, hanya 0,1% yang masuk dalam air susu ibu, meskipun demikian tramadol tidak dianjurkan selama masa kehamilan dan laktasi. Walau memiliki sifat adiksi ringan, namun dalam praktek ternyata resikonya praktis nihil, sehingga tidak termasuk dalam daftar narkotika di kebanyakan negara termasuk Indonesia.

Dosis
Tramadol tersedia untuk pemakaian oral, parenteral dan rectal. Dosis tramadol hendaknya dititrasi menurut intensitas rasa nyeri dan respon masing-masing pasien, dengan 50 sampai 100 mg 4 kali biasanya untuk memberikan penghilangan rasa nyeri yang memadai. Total dosis harian sebanyak 400mg biasanya cukup. Suntikan intravena harus diberikan secara perlahan-lahan guna mengurangi potensi kejadian yang merugikan, teruatama rasa mual. Berdasarkan data faramakokinetik, perlu hati-hati pada pasien dengan disfungi ginjal atau hepatik karena potensi tertundanya eliminasi dan akumulasi obat yang ada. Pada sejumlah pasien ini, interval dosis harus diperpanjang. Tramadol dapat digunakan pada anak-anak dengan dosis sebesar 1 hingga 2 mg/kg.


Mekanisme Aksi
Salah satu descending inhibitory pathway muncul pada bidang abu-abu periaqueductal synapses pada raphe magnus dan kemudian menonjol sampai ke spinal cord. Neurotransmitter yang dilepas oleh pathway yaitu serotonin (5-hydroxytryptamine; 5-HT). Major descending pathway muncul pada locus coeruleus pons. Neurotransmitter untuk pathway ini adalah noradrenaline (norepinephrine) dan agaknya hal ini menghambat respon nyeri pada spinal cord karena mekanisme nor-adrenergic. Bidang abu-abu periaqueductal, medullary raphe dan dorsal horn dari spinal cord semuanya mengandung suatu densitas yang tinggi peptide indogen opiat dan receptor opiat. Mekanisme yang digunakan oleh opioid analgesik menghambat persepsi nyeri yang terjadi, sebagian karena kegiatan descending serotonergic dan noradrenergic pathways. Tramadol memiliki reseptor opoid yang sedikit dengan nilai konstan (Ki) pada rentang mikromolar dari 2,1 sampai 57,5 pmol/L. Pada konsentrasi sampai 10 sampai 100 µmol/L, tramadol tidak mengikat reseptor 5-HT2. Satu-satunya metabolit tramadol, O-demethyl tramadol (M1), memiliki 4 sampai 200 kali lebih besar untuk reseptor µ-opioid dibandingkan tramadol: sejumlah penyimpangan ini mungkin dijelaskan oleh radioligand yang dipakai dalam penelitian binding. Meski demikian, metabolit ternyata tidak memberikan kontribusi pada efek analgesik dosis tunggal tramadol 100mg yang dipakai secara oral bagi 12 relawan. Pemakaian quinidine secara oral 50mg 2 jam sebelum tramadol yang menghasilkan dua pertiga inhibisi (hambatan) formasi M 1 namun tidak menimbulkan efek terhadap analgesi tramadol, yang diukur dengan ambang nyeri subyektif dan obyektif. Efek analgesik tramadol pada tail-flick test yang dilakukan terhadap tikus besar atau tikus kecil telah seluruhnya diantagoniskan oleh opioid receptor antagonist naloxone, yang memperkuat aksi central site yang dimediasi oleh opioid receptor. Kendati demikian, berlawanan dengan morphin, pada sejumlah tes, seperti konstriksi mouse abdominal dan uji hot plate, atau vocalisation threshold (ambang vokalisasi) terhadap paw pressure test pada tikus normal dan tikus artritis, efek analgesik tramadol secara analgesik diantagoniskan oleh naloxone. Efek depresan tramadol terhadap aktivitas nociceptive yang terjadi pada ascending axons dari spinal cord tidak terhapus oleh aminophylline dan tidak seluruhnya diantagoniskan oleh naloxone.

No comments:

Post a Comment