Tuesday, June 30, 2009

Tips Memilih Arena Bermain



Sudahkah Anda merencanakan berbagai acara untuk mengisi liburan kali ini?
Tentu anak-anak akan bosan bila berada di rumah saja. Liburan bisa diisi dengan kegiatan di luar rumah seperti bermain di taman, camping dengan keluarga, pergi ke pantai dan lain sebagainya. Nah, sebelum mulai bermain, berikut ini tips memilih arena bermain yang perlu diperhatikan.

1. Utamakan kebersihan

Jangan

Monday, June 29, 2009

Pentingnya Antenatal Care ( ANC )

Kehamilan merupakan sebuah anugerah bagi pasangan suami istri. Bayangkan, seorang bayi mungil akan menyemarakkan hari-hari Anda.
Ketika hasil tes kehamilan menunjukkan tanda positif, sebuah babak baru tengah dimulai. Sebagai calon ibu, Anda memiliki tanggung-jawab menjaga kehamilan dengan baik. Tapi bukan berarti Anda harus bersikap berlebihan, karenanya siapkan diri dengan banyak meraup pengetahuan seputar kehamilan - bisa lewat buku atau sharing dengan teman.

Kapan Siap Hamil?
Idealnya, pasangan suami istri disarankan melakukan cek kesehatan sebelum kehamilan. Artinya, kehamilan memang diinginkan serta direncanakan. Tujuannya, agar bayi yang dilahirkan kelak berasal dari orangtua yang sehat dan siap memiliki anak. Oleh karenanya, ketika hasil tes kehamilan positif sebaiknya konsultasikan dengan dokter atau bidan.

Pemeriksaan selama hamil pada intinya bertujuan untuk menekan angka kematian ibu melahirkan dan menurunkan angka kematian bayi, serta mendeteksi dini seandainya terdapat gangguan, agar bisa segera diatasi. Antenatal care penting dilakukan mengingat perkembangan penyakit seringkali berjalan cepat. Selain itu, kesehatan ibu hamil dapat dipantau, misalnya kondisi jantung, tekanan darah, dan sebagainya.

Antenatal Care
Pengertian Antenatal Care /Asuhan antenatal adalah suatu program yang terencana berupa observasi, edukasi dan penanganan medik pada ibu hamil, untuk memperoleh suatu proses kehamilan dan persalinan yang aman dan memuaskan.

Sumber: dari sini

Tujuan Antenatal Care
• Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan tumbuh kembang janin.
• Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental dan sosial ibu dan janin.
• Mengenali secara dini adanya ketidaknormalan atau komplikasi yang mungkin terjadi selama hamil.
• Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat ibu dan bayinya.
• Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian ASI ekslusif.
• Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi agar dapat tumbuh kembang secara normal.

Kunjungan Ante Natal Care ( ANC )
1. Kunjungan antenatal care ( ANC ) sebaiknya dilakukan 4 kali selama kehamilan, yaitu :
• 1 kali pada trimester pertama, yaitu :
1. Membina hubungan saling percaya antara bidan dan ibu sehingga suatu mata rantai penyelamatan jiwa telah terbina jika diperlukan.
2. Mendeteksi masalah yang dapat diobati sebelum menjadi bersifat mengancam jiwa.
3. Mencegah masalah, seperti tetanus neonatorum, anemia defisiensi zat besi, penggunaan praktek tradisional yang merugikan.
4. Memulai persiapan persalinan dan kesiapan untuk menghadapi komplikasi.
5. Mendorong prilaku yang sehat ( nutrisi, latihan, dan kebersihan, istirahat dan sebagainya ).

• 1 kali pada trimester kedua ( sebelum minggu ke 28 ),yaitu
1. Sama seperti kunjungan pada trimester pertama.
2. Perlu kewaspadaan khusus mengenai pre eklampsia, pantauan tekanan darah, periksa protein urine dan gejala yang lainnya.

• 2 kali pada trimester ketiga, yaitu :
1. Sama seperti kunjungan sebelumnya.
2. Perlu adanya palpasi abdomen untuk mendeteksi adanya kehamilan ganda.
3. Deteksi kelainan letak atau kondisi lain yang memerlukan kelahiran di Rumah Sakit.

2. Asuhan Standar minimal 7T, yaitu
1) Timbang berat badan,
2) Mengukur Tekanan darah,
3) Ukur Tinggi fundus uteri (TFU),
a. Mengukur tinggi fundus uteri adalah untuk memantau tumbuh kembang janin.
b. Untuk mengetahui usia kehamilan.
c. Pada kehamilan diatas 20 minggu fundus uteri diukur dengan pita ukur (cm).
d. Jika usia kehamilan kurang dari 20 minggu menggunakan petunjuk-petunjuk badan.
4) Pemberian imunisasi TT lengkap,
a. TT1 dapat diberikan pada kunjungan ANC pertama.
b. TT2 diberikan 4 minggu setelah TT1, lama perlindungan 3 tahun.
c. TT3 diberikan 6 bulan setelah TT2, lama perlindungan 5 tahun.
d. TT4 diberikan 1 tahun setelah TT3, lama perlindungan 10 tahun.
e. TT5 diberikan 1 tahun setelah TT4, lama perlindungan 25 tahun / seumur hidup.
5) Pemberian Tablet fe,
1. Tablet Fe dapat diberikan setelah rasa mual hilang.
2. Pemberian minimal 90 tablet selama kehamilan.
3. Tablet Fe tidak boleh diminum bersama kopi atau teh.
4. Tablet Fe bisa diberikan secara bersamaan dengan vitamin C.
6) Tes terhadap penyakit menular seksual, dan
7) Temu wicara dalam rangka persiapan rujukan.

Sumber: dari sini


KUNJUNGAN / PEMERIKSAAN PERTAMA ANTENATAL CARE
1. Tujuan
- menentukan diagnosis ada/tidaknya kehamilan
- menentukan usia kehamilan dan perkiraan persalinan
- menentukan status kesehatan ibu dan janin
- menentukan kehamilan normal atau abnormal, serta ada/ tidaknya faktor risiko kehamilan
- menentukan rencana pemeriksaan/ penatalaksanaan selanjutnya
2. Anamnesis
• Identitas umum, perhatian pada usia ibu, status perkawinan dan tingkat pendidikan. Range usia reproduksi sehat dan aman antara 20-30 tahun. Pada kehamilan usia remaja, apalagi kehamilan di luar nikah, kemungkinan ada unsur penolakan psikologis yang tinggi. Tidak jarang pasien meminta aborsi. Usia muda juga faktor kehamilan risiko tinggi untuk kemungkinan adanya komplikasi obstetri seperti preeklampsia, ketuban pecah dini, persalinan preterm, abortus.
• Keluhan utama sadar/tidak akan kemungkinan hamil, apakah semata-mata ingin periksa hamil, atau ada keluhan / masalah lain yang dirasakan.
• Riwayat kehamilan sekarang / riwayat penyakit sekarang Ada/tidaknya gejala dan tanda kehamilan. Jika ada amenorea, kapan hari pertama haid terakhir, siklus haid biasanya berapa hari. Hal ini penting untuk memperkirakan usia kehamilan menstrual dan memperkirakan saat persalinan menggunakan Rumus Naegele (h+7 b-3 + x + 1mg) untuk siklus 28 + x hari. Ditanyakan apakah sudah pernah periksa kehamilan ini sebelumnya atau belum (jika sudah, berarti ini bukan kunjungan antenatal pertama, namun tetap penting untuk data dasar inisial pemeriksaan kita).
• Apakah ada keluhan / masalah dari sistem organ lain, baik yang berhubungan dengan perubahan fisiologis kehamilan maupun tidak.
3. Pemeriksaan Fisis Status generalis / pemeriksaan umum Penilaian keadaan umum, kesadaran, komunikasi/kooperasi. Tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu, pernapasan), tinggi/berat badan. Kemungkinan risiko tinggi pada ibu dengan tinggi BAB V

Sumber: dari sini

Tujuh Manfaat Antenatal Care
1. Memastikan kehamilan
Melalui alat konvensional atau yang modern seperti ultrasonografi (USG), bidan atau dokter akan memastikan kehamilan Anda.

2. Apakah kehamilan berada di rahim?
Posisi kehamilan perlu diketahui sedini mungkin dengan USG, agar bila terjadi sesuatu dapat dilakukan tindakan sedini mungkin.

3. Mengetahui usia kehamilan
Penting diketahui untuk memperkirakan kapan perkiraan melahirkan.

4. Mengetahui perkembangan janin
Perkembangan janin dalam kandungan merupakan salah satu faktor penentu perkembangan mental intelektual selanjutnya.

5. Meneropong kelainan
Jika dicurigai ada kelainan janin, misalnya dapat dilakukan amniocenesis, yakni mengambil cairan ketuban (amnion) dan menganalisa kromosomnya.
6. Mengetahui posisi bayi
Dokter atau bidan dapat mengetahui posisi janin, terutama pada trimester 3. Misalnya bayi sungsang atau melintang. Tujuannya agar ibu dan bayi mendapat pertolongan yang tepat ketika saat persalinan tiba.
7. Penyakit kehamilan
Seiring bertambahnya usia kehamilan, beban organ tubuh ibu akan semakin bertambah. Beberapa gangguan yang mungkin muncul antara lain:
• Kadar hemoglobin (Hb) rendah
• Diabetes gestasional
• Pre-eklampsia/ eklampsia

Sumber: dari sini


Tanda bahaya pada kehamilan :
• Perdarahan vaginal
• Bengkak muka atau jari
• Nyeri kepala berat atau lama
• Penglihatan kabur
• Muntah terus2 an
• Demam
• Nyeri waktu kencing
• Keluar cairan banyak dari vagina
• Gerak anak bertambah atau hilang


Sumber: dari sini

Kehamilan Resiko Tinggi

Kehamilan resiko tinggi adalah kehamilan yang akan menyebabkan terjadinya bahaya dan komplikasi yang lebih besar baik terhadap ibu maupun terhadap janin yang dikandungnya selama masa kehamilan, melahirkan ataupun nifas bila dibandingkan dengan kehamilan persalinan dan nifas normal.

Secara garis besar, kelangsungan suatu kehamilan sangat bergantung pada keadaan dan kesehatan ibu, plasenta dan keadaan janin.
- Jika ibu sehat dan didalam darahnya terdapat zat-zat makanan dan bahan-bahan organis dalam jumlah yang cukup, maka pertumbuhan dan perkembangan bayi dalam kandungan akan berjalan baik.
- Dalam kehamilan, plasenta akan befungsi sebagai alat respiratorik, metabolik, nutrisi, endokrin, penyimpanan, transportasi dan pengeluaran dari tubuh ibu ke tubuh janin atau sebaliknya. Jika salah satu atau beberapa fungsi di atas terganggu, maka janin seperti “tercekik”, dan pertumbuhannya akan terganggu.
Demikian juga bila ditemukan kelainan pertumbuhan janin baik berupa kelainan bawaan ataupun - kelainan karena pengaruh lingkungan, maka pertumbuhan dan perkembangan janin dalam kandungan dapat mengalami gangguan.

Bagi kebanyakan wanita, proses kehamilan dan persalinan adalah proses yang dilalui dengan kegembiraan dan suka cita. Tetapi 5-10% dari kehamilan termasuk kehamilan dengan resiko tinggi, wanita dengan kehamilan resiko tinggi, mereka harus mempersiapkan diri dengan lebih memperhatikan perawatan kesehatannya dalam menghadapi kehamilan dengan resiko tinggi ini.

APAKAH YANG DIMAKSUD IBU HAMIL DENGAN RISIKO TINGGI ?
Yaitu Ibu Hamil yang mengalami risiko atau bahaya yang lebih besar pada waktu kehamilan maupun persalinan, bila dibandingkan dengan Ibu Hamil yang normal.

APAKAH FAKTOR RESIKO SEBELUM KEHAMILAN?
Sebelum hamil, seorang wanita bisa memiliki suatu keadaan yang menyebabkan meningkatnya resiko selama kehamilan. Selain itu, jika seorang wanita mengalami masalah pada kehamilan yang lalu, maka resikonya untuk mengalami hal yang sama pada kehamilan yang akan datang adalah lebih besar.

• Riwayat kehamilan dan persalinan yang sebelumnya kurang baik . (contoh: riwayat keguguran, perdarahan pasca kelahiran, lahir mati)
Jika seorang wanita pernah melahirkan bayi dengan berat badan lebih dari 5 kg, mungkin dia menderita diabetes. Jika selama kehamilan seorang wanita menderita diabetes, maka resiko terjadinya keguguran atau resiko kematian ibu maupun bayinya meningkat. Pemeriksaan kadar gula darah dilakukan pada wanita hamil ketika memasuki usia kehamilan 20-28 minggu.
Seorang wanita yang pernah melahirkan bayi prematur, memiliki resiko yang lebih tinggi untuk melahirkan bayi prematur pada kehamilan berikutnya. Seorang wanita yang pernah melahirkan bayi dengan berat badan kurang dari 1,5 kg, memiliki resiko sebesar 50% untuk melahirkan bayi prematur pada kehamilan berikutnya.
Seorang wanita yang 3 kali berturut-turut mengalami keguguran pada trimester pertama, memiliki resiko sebesar 35% unuk mengalami keguguran lagi.
Keguguran juga lebih mungkin terjadi pada wanita yang pernah melahirkan bayi yang sudah meninggal pada usia kehamilan 4-8 minggu atau pernah melahirkan bayi prematur.
Sebelum mencoba hamil lagi, sebaiknya seorang wanita yang pernah mengalami keguguran menjalani pemeriksaan untuk:
- kelainan kromosom atau hormon
- kelainan struktur rahim atau leher rahim
- penyakit jaringan ikat (misalnya lupus)
- reksi kekebalan pada janin (biasanya ketidaksesuaian Rh).
Jika penyebab terjadinya keguguran diketahui, maka dilakukan tindakan pengobatan.
Kematian di dalam kandungan atau kematian bayi baru lahir bisa terjadi akibat:
- Kelainan kromosom pada bayi
- Diabetes
- Penyakit ginjal atau pembuluh darah menahun
- Tekanan darah tinggi
- Penyalahgunaan obat
- Penyakit jaringan ikat pada ibu (misalnya lupus).

• Tinggi badan ibu hamil kurang dari 145 cm.
Seorang wanita yang memiliki tinggi badan kurang dari 145 cm, lebih mungkin memiliki panggul yang sempit. Selain itu, wanita tersebut juga memiliki resiko yang lebih tinggi untuk mengalami persalinan prematur dan melahirkan bayi yang sangat kecil.

• Ibu hamil yang kurus/berat badan kurang atau terlalu gemuk.
Seorang wanita yang pada saat tidak hamil memiliki berat badan kurang dari 50 kg, lebih mungkin melahirkan bayi yang lebih kecil dari usia kehamilan (KMK, kecil untuk masa kehamilan). Jika kenaikan berat badan selama kehamilan kurang dari 7,5 kg, maka resikonya meningkat sampai 30%.
Sebaliknya, seorang wanita gemuk lebih mungkin melahirkan bayi besar. Obesitas juga menyebabkan meningkatnya resiko terjadinya diabetes dan tekanan darah tinggi selama kehamilan.

• Usia ibu hamil kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.
Anak perempuan berusia 15 tahun atau kurang lebih rentan terhadap terjadinya pre-eklamsi (suatu keadaan yang ditandai dengan tekanan darah tinggi, protein dalam air kemih dan penimbunan cairan selama kehamilan) dan eklamsi (kejang akibat pre-eklamsi). Mereka juga lebih mungkin melahirkan bayi dengan berat badan rendah atau bayi kurang gizi.
Wanita yang berusia 35 tahun atau lebih, lebih rentan terhadap tekanan darah tinggi, diabetes atau fibroid di dalam rahim serta lebih rentan terhadap gangguan persalinan. Diatas usia 35 tahun, resiko memiliki bayi dengan kelainan kromosom (misalnya sindroma Down) semakin meningkat. Pada wanita hamil yang berusia diatas 35 tahun bisa dilakukan pemeriksaan cairan ketuban (amniosentesis) untuk menilai kromosom janin.

• Sudah memiliki 4 anak atau lebih.
Seorang wanita yang telah mengalami kehamilan sebanyak 4 kali atau lebih, lebih mungkin mengalami:
- kontraksi yang lemah pada saat persalinan (karena otot rahimnya lemah)
- perdarahan setelah persalinan (karena otot rahimnya lemah)
- persalinan yang cepat, yang bisa menyebabkan meningkatnya resiko perdarahan vagina yang berat
- plasenta previa (plasenta letak rendah).

• Jarak antara dua kehamilan kurang dari 2 tahun.

• Ibu menderita anemia atau kurang darah.
Perdarahan pada kehamilan ini.

Tekanan darah yang meninggi dan sakit kepala hebat dan adanya bengkak pada tungkai.
Seorang wanita yang pernah mengalami pre-eklamsi atau eklamsi, kemungkinan akan mengalaminya lagi pada kehamilan berikutnya, terutama jika diluar kehamilan dia menderita tekanan darah tinggi menahun.

• Kelainan letak janin atau bentuk panggul ibu tidak normal.
Kelainan struktur pada organ reproduksi wanita (misalnya rahim ganda atau leher rahim yang lemah) bisa meningkatkan resiko terjadinya keguguran.
Untuk mengetahui adanya kelainan struktur, bisa dilakukan pembedahan diagnostik, USG atau rontgen.
Fibroid (tumor jinak) di dalam rahim bisa meningkatkan resiko terjadinya:
- kelahiran prematur
- gangguan selama persalinan
- kelainan letak janin
- kelainan letak plasenta
- keguguran berulang.

• Penyakit Herediter
Jika seorang wanita pernah melahirkan bayi dengan kelainan genetik atau cacat bawaan, biasanya sebelum merencanakan kehamilan berikutnya, dilakukan analisa genetik pada bayi dan kedua orangtuanya.

Jika seorang wanita pernah melahirkan bayi yang menderita penyakit hemolitik, maka bayi berikutnya memiliki resiko menderita penyakit yang sama. Penyakit ini terjadi jika darah ibu memiliki Rh-negatif, darah janin memiliki Rh-positif dan ibu membentuk antibodi untuk menyerang darah janin; antibodi ini menyebabkan kerusakan pada sel darah merah janin.
Pada kasus seperti ini, dilakukan pemeriksaan darah pada ibu dan ayah. Jika ayah memiliki 2 gen untuk Rh-positif, maka semua anaknya akan memiliki Rh-positif; jika ayah hanya memiliki 1 gen untuk Rh-positif, maka peluang anak-anaknya untuk memiliki Rh-positif adalah sebesar 50%.
Biasanya pada kehamilan pertama, perbedaan Rh antara ibu dengan bayinya tidak menimbulkan masalah, tetapi kontak antara darah ibu dan bayi pada persalinan menyebabkan tubuh ibu membentuk antibodi. Akibatnya, resiko penyakit hemolitik akan ditemukan pada kehamilan berikutnya.
Tetapi setelah melahirkan bayi dengan Rh-positif, biasanya pada ibu yang memiliki Rh-negatif diberikan immunoglobulin Rh-nol-D, yang akan menghancurkan antibodi Rh. Karena itu, penyakit hemolitik pada bayi jarang terjadi.

• Riwayat penyakit kronik
Keadaan kesehatan yang sangat penting adalah:
- Tekanan darah tinggi menahun
- Penyakit ginjal
- Diabetes
- Penyakit jantung yang berat
- Penyakit sel sabit
- Penyakit tiroid
- Lupus
- Kelainan pembekuan darah.
- Asma
- TBC

APAKAH FAKTOR RESIKO SELAMA KEHAMILAN?
Seorang wanita hamil dengan resiko rendah bisa mengalami suatu perubahan yang menyebabkan bertambahnya resiko yang dimilikinya.
Dia mungkin terpapar oleh teratogen (bahan yang bisa menyebabkan cacat bawaan), seperti radiasi, bahan kimia tertentu, obat-obatan dan infeksi; atau dia bias mengalami kelainan medis atau komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan.

• Obat-obatan atau infeksi
Obat-obatan yang diketahui bisa menyebabkan cacat bawaan jika diminum selama hamil adalah:
- Alkohol
- Phenitoin
- Obat-obat yang kerjanya melawan asam folat (misalnya triamteren atau trimethoprim)
- Lithium
- Streptomycin
- Tetracyclin
- Talidomide
- Warfarin.
Infeksi yang bisa menyebabkan cacat bawaan adalah:
- Herpes simpleks
- Hepatitis virus
- Influenza
- Gondongan
- Campak Jerman (rubella)
- Cacar air (varisela)
- Sifilis
- Listeriosis
- Toksoplasmosis
- Infeksi oleh virus coxsackie atau sitomegalovirus.

• Merokok berbahaya bagi ibu dan janin yang dikandungnya, tetapi hanya sekitar 20% wanita yang berhenti merokok selama hamil.
Efek yang paling sering terjadi akibat merokok selama hamil adalah berat badan bayi yang rendah. Selain itu, wanita hamil yang merokok juga lebih rentan mengalami:
- komplikasi plasenta
- ketubah pecah sebelum waktunya
- persalinan prematur
- infeksi rahim.
Seorang wanita hamil yang tidak merokok sebaiknya menghindari asap rokok dari orang lain karena bisa memberikan efek yang sama terhadap janinnya. Cacat bawaan pada jantung, otak dan wajah lebih sering ditemikan pada bayi yang ibunya merokok. Merokok selama hamil juga bisa menyebabkan meningkatnya resiko terjadinya sindroma kematian bayi mendadak. Selain itu, anak-anak yang dilahirkan oleh ibu perokok bisa mengalami kekurangan yang sifatnya ringan dalam hal pertumbuhan fisik, perkembangan intelektual dan perilaku. Efek ini diduga disebabkan oleh karbon monoksida (yang menyebabkan berkurangnya pasokan oksigen ke jaringan tubuh) dan nikotin (yang merangsang pelepasan hormon yang menyebabkan pengkerutan pembuluh darah yang menuju ke plasenta dan rahim).

• Mengkonsumsi alkohol selama hamil bisa menyebabkan cacat bawaan. Sindroma alkohol pada janin merupakan salah satu akibat utama dari pemakaian alkohol selama hamil. Sindroma ini ditandai dengan:
- keterbelakangan pertumbuhan sebelum atau sesudah lahir
- kelainan wajah
- mikrosefalus (ukuran kepala lebih kecil), yang kemungkinan disebabkan oleh pertumbuhan otak yang dibawah normal
- kelainan perkembangan perilaku.
Sindroma alkohol pada janin seringkali menyebabkan keterbelakangan mental. Selain itu, alkohol juga bisa menyebabkan keguguran dan gangguan perilaku yang berat pada bayi maupun anak yang sedang tumbuh (misalnya perilaku antisosial dan kurang memperhatikan). Resiko terjadinya keguguran pada wanita hamil yang mengkonsumsi alkohol adalah 2 kali lipat, terutama jika wanita tersebut adalah peminum berat. Berat badan bayi yang dilahirkan berada di bawah normal, yaitu rata-rata 2 kg.
Suatu pemeriksaan laboratorium yang sensitif dan tidak memerlukan biaya besar, yaitu kromatografi, bisa digunakan untuk mengetahui pemakaian heroin, morfin, amfetamin, barbiturat, kodein, kokain, marijuana, metadon atau fenotiazin pada wanita hamil.
Wanita yang menggunakan obat suntik memiliki resiko tinggi terhadap:
- Anemia
- Bakteremia
- Endokarditis
- Abses kulit
- Hepatitis
- Flebitis
- Pneumonia
- Tetanus
- Penyakit menular seksual (termasuk AIDS).
Sekitar 75% bayi yang menderita AIDS, ibunya adalah pemakai obat suntik atau pramuria. Bayi-bayi tersebut juga memiliki resiko menderita penyakit menular seksual lainnya, hepatitis dan infeksi. Pertumbuhan mereka di dalam rahim kemungkinan mengalami kemunduran dan mereka bisa lahir prematur.
Kokain merangsang sistem saraf pusat, bertindak sebagai obat bius lokal dan menyebabkan pengkerutan pembuluh darah. Pembuluh darah yang mengkerut bisa menyebabkan berkurangnya aliran darah sehingga kadang janin tidak mendapatkan oksigen yang cukup.
Berkurangnya aliran darah dan oksigen bisa menyebabkan gangguan pertumbuhan berbagai organ dan biasanya menyebabkan cacat kerangka serta penyempitan sebagian usus.
Pemeriksaan air kemih untuk mengatahui adanya kokain biasanya dilakukan jika:
- seorang wanita hamil tiba-tiba menderita tekanan darah tinggi yang berat
- terjadi perdarahan akibat pelepasan plasenta sebelum waktunya
- terjadi kematian dalam kandungan yang sebabnya tidak diketahui.
31% dari wanita pemakai kokain mengalami persalinan prematur, 19% melahirkan bayi yang pertumbuhannya terhambat dan 15% mengalami pelepasan plasenta sebelum waktunya.
Jika pemakaian kokain dihentikan setelah trimester pertama, maka resiko persalinan prematur dan pelepasan plasenta sebelum waktunya tetap meningkat, tetapi pertumbuhan janinnya normal.

Tekanan darah tinggi pada wanita hamil bisa disebabkan oleh kehamilan atau keadaan lain.
Tekanan darah tinggi di akhir kehamilan bisa merupakan ancaman serius terhadap ibu dan bayinya dan harus segera diobati.

• Jika seorang wanita hamil pernah menderita infeksi kandung kemih, maka dilakukan pemeriksaan air kemih pada awal kehamilan. Jika ditemukan bakteri, segera diberikan antibiotik untuk mencegah infeksi ginjal yang bisa menyebabkan persalinan prematur dan ketuban pecah sebelum waktunya.

• Infeksi vagina oleh bakteri selama hamil juga bisa menyebabkan persalinan prematur dan ketuban pecah sebelum waktunya. Untuk mencegah terjadinya hal tersebut, diberikan antibiotik.

• Penyakit yang menyebabkan demam (suhu lebih tinggi dari 39,4 derajat Celsius) pada trimester pertama menyebabkan meningkatnya kemungkinan terjadinya keguguran dan kelainan sistem saraf pada bayi. Demam pada trimester terakhir menyebabkan meningkatnya kemungkinan terjadinya persalinan prematur.

BAHAYA APA SAJA YANG DAPAT DITIMBULKAN AKIBAT IBU HAMIL DENGAN RISIKO TINGGI ?
- Bayi lahir belum cukup bulan.
- Bayi lahir dengan berat kahir rendah (BBLR).
- Keguguran (abortus).
- Persalinan tidak lancar / macet.
- Perdarahan sebelum dan sesudah persalinan.
- Janin mati dalam kandungan.
- Ibu hamil / bersalin meninggal dunia.
- Keracunan kehamilan/kejang-kejang.

BAGAIMANA MENGATASI KEHAMILAN DENGAN RESIKO TINGGI SECARA BIJAKSANA?
Diagnosa Ibu hamil dengan kehamilan resiko tinggi JANGANLAH diartikan dengan makna yang selalu negatif.
Dengan perawatan yang baik, 90-95% ibu hamil yang termasuk kehamilan dengan resiko tinggi dapat melahirkan dengan selamat dan mendapatkan bayi yang sehat.

APAKAH KEHAMILAN RISIKO TINGGI DAPAT DICEGAH ?
Kehamilan risiko tinggi dapat dicegah dan diatasi dengan baik bila gejalanya ditemukan sedini mungkin sehingga dapat dilakukan tindakan perbaikinya, dan kenyataannya, banyak dari faktor resiko ini sudah dapat diketahui sejak sebelum konsepsi terjadi.
Jadi semakin dini masalah dideteksi, semakin baik untuk memberikan penanganan kesehatan bagi ibu hamil maupun bayi. Juga harus diperhatikan bahwa pada beberapa kehamilan dapat mulai dengan normal, tetapi mendapatkan masalah kemudian.

BAGAIMANA PENCEGAHAN KEHAMILAN RISIKO TINGGI DAPAT DILAKUKAN ?
- Sangat penting bagi setiap ibu hamil untuk melakukan ANC (Antenatal Care) atau pemeriksaan kehamilan secara teratur, yang bermanfaat untuk memonitor kesehatan ibu hamil dan bayinya. Dengan memeriksakan kehamilan sedini mungkin dan teratur ke Posyandu, Puskesmas, Rumah Sakit, paling sedikit 4 kali selama masa kehamilan.
- Dengan mendapatkan imunisasi TT 2X.
- Bila ditemukan kelainan risiko tinggi pemeriksaan harus lebih sering dan lebih intensif.
- Makan makanan yang bergizi yaitu memenuhi 4 sehat 5 sempurna.
- Hindari rokok, alkohol, dll

APA YANG DAPAT DILAKUKAN SEORANG IBU UNTUK MENGHINDARI BAHAYA KEHAMILAN RISIKO TINGGI ?
- Dengan mengenal tanda-tanda kehamilan risiko tinggi.
- Segera ke Posyandu, Puskesmas atau Rumah Sakit terdekat bila ditemukan tanda-tanda kehamilan risiko tinggi.


Sumber: dari sini, sini dan sini

KEHAMILAN LEWAT WAKTU (POST TERM)

DEFINISI
Kehamilan umumnya berlangsung 40 minggu atau 280 hari dari hari pertama haid terakhir. Kehamilan aterm ialah usia kehamilan antara 38 sampai 42 minggu dan ini merupakan periode dimana terjadi persalinan normal. Kehamilan yang melewati 294 hari atau lebih dari 42 minggu lengkap disebut sebagai post term atau kehamilan lewat waktu.

ETIOLOGI
Etiologi pasti belum diketahui. Faktor yang dikemukakan adalah hormonal yaitu kadar progesterone tidak cepat turun walaupun kehamilan telah cukup bulan, sehingga kepekaan uterus terhadap oksotosin kurang. Faktor lain menurut Nwoso dan kawan-kawan adalah adanya perbedaan dalam rendahnya kadar cortisol pada darah bayi sehingga disimpulkan kerentanan akan stress merupakan faktor tidak timbulnya his, selain kurangnya air ketuban dan insufiensi plasenta.

DIAGNOSIS
1) Bila tanggal hari pertama haid terakhir dicatat dan diketahui wanita hamil, diagnosis tidak sukar.
2) Bila wanita tidak tahu, lup4 atau tidak ingat, atau sejak melahirkan yang lalu tidak dapat haid terus menjadi hamil, hal ini akan sukar memastikannya. Hanya dengan pemeriksaan antenatal yang teratur dapat diikuti tinggi dan naiknya fundus uteri, mulainya gerakan janin dan besarnya janin dapat membantu diagnosis.
3) Pemeriksaan berat badan ibu diikuti, kapan menjadi berkurang, begitu pula lingkaran perut dan jumlah air ketuban apakah berkurang.
4) Pemeriksaan rontgenologik
Dapat dijumpai pusat-pusat penulangan pada bagian distal femur, bagianproksimal tibia,os kuboid, diameter biparietal 9,8 cm atau lebih.
5) Ulhasonografi : ukuran diameter biparietal, gerakan janin dan jumlah air ketuban.
6) Pemeriksaansi tologik air ketuban:
Air ketuban diambil dengan amniosentesis baik transvaginal maupun transabdominal. Air ketuban akan bercampur lemak dari sel-sel kulit yang dilepas janin setelah kehamilan mencapai 36 minggu ke atas. Air ketuban yang diperoleh di pulas dengan sulfat biru Nil, maka sel-sel yang mengandung lemak akan berwarna jingga:
. Melebihi 10%: kehamilan di atas 36 minggu
. Melebihi 50%: kehamilan di atas 39 minggu
7) Amnioskopi : melihat derajat kekeruhan air ketuban, menurut wamanya karena dikeruhi mekoneum.
8) Kardiotokografi : mengawasi dan membaca denyut jantung janin, karena insufiensi plasenta.
9) Uji oksitosin (stress test) : yaitu dengan infus tetes oksitosin, dan diawasi reaksi janin terhadap kontraksi uterus. Jika ternyata reaksi janin kurang baik hal ini mungkinj anin akan berbahaya dalam kandungan.
10) Pemeriksaan kadar striol dalam urin.
11) Pemeriksaan pH darah kepala janin.
12) Pemeriksaas Histologi vagina.

TANDA-TANDA BAYI POST TERM :
. Biasanya lebih berat dari bayi matur
. Tulang dan sutura kepala lebih keras dari bayi matur
. Rambut lanugo hilang atau sangat kurang
. Verniks kaseosa di badan kurang
. Kuku-kuku panjang
. Rambut kepala agak tebal
. Kulit agak pucat dengan deskuama sel epitel.

PENGARUH TERHADAP IBU DAN JANIN
a) Terhadap ibu : persalinan post term dapat menyebabkan distosia karena
1) Aksi uterus tidak terkoordinasi
2) Janin besar
3) Moulding (moulage) kepala kurang
Maka akan sering dliumpai : partus lama, kesalahan letak, inersia uteri, distosia bahu dan perdarahan postpartum. Karena itu akan menaikkan angka morbiditas dan mortalitas.
b) Terhadap janin:
1) Jumlah kematian janin/bayi pada kehamilan 43 minggu 3 kali lebih besar dari kehamilan 40 minggu
2) Post term akan menambah bahaya padajanin
3) Pengaruh post term padajanin bervariasi : berat badanjanin tetap bertambah besar, tetap dan ada yang berkurang sesudah kehamilan 42 minggu. Ada pula yang bisa terjadi kematian janin dalam kandungan.

PENATALAKSANAAN
1) Setelah kehamilan lebih dari 40-42 minggu yang penting adalah monitoring janin sebaik-baiknya.
2) Apabila tidak ada tanda-tanda insufiensi plasenta, persalinan spontan dapat ditunggu dengan pengawasan ketat.
3) Lakukan pemeriksaan dalam untuk mengetahui kematangan serviks, kalau sudah matang boleh dilakukan induksi persalinan dengan atau tanpa emniotomi.
4) Bila disertai riwayat kehamilan yang lalu ada : kematian janin dalam rahim, hipertensi, pre-eklampsi dan ini adalah anak pertama karena infertilitas, pada kehamilan lebih dari 40-42 minggu, wanita dirawat di rumah sakit
5) Tindakan operasi seksio sesaria dapat dipertimbangkan pada indikasi :
~ Insufiensi plasenta dengan keadaan serviks belum matang
~ Pembukaan belum lengkap, persalinan lama dan terjadi tanda gawat janin
~ Pada primigavida tua, kematian janin dalam kandungan, preeklampsi, hipertensi menahun, anak berharga (infertilitas) dan kesalahan letak janin.
6) Pada persalinan pervagina harus diperhatikan :
~ Bahwa pertus lama akan sangat merugikan bayi
~ Bahwa janin post term kadang-kadang besar, kemungkinan disproporsi sefalo -pelvik dan distosia janin perlu dipertimbangkan
~ Bahwa janin post term lebih peka terhadap sedatif dan narkosa oleh karena itu anestesi konduksi paling baik
~ Bahwa perawatan neonatus post term perlu di bawah pengawasan dokter anak

DAFTAR PUSTAKA
Cunninghamm, F. Garry. 2005. Obstetri Williom. Jakarta: EGC
Mochtar, Rustam. 1990. Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC
Oxorn, Harry. L990. ILMU KEBIDANAN, Fisiologi don patologi persalinan. Jakarta: Yayasan Essentia Medica
wiknjosastro, Hanifa. 1992. Ilmu kebidanan.Jakarta: Yayasan Bina pustaka

sumber: dari sini

Infeksi Rubella ’Incar’ Kehamilan

Sebagaimana “anggota” TORCH lainnya (TORCH : Toksoplasma, Rubella, Cytomegalo Virus, Herpes), infeksi Rubella pada kehamilan dapat menyebabkan keguguran, bayi lahir mati atau gangguan terhadap janin.

Susahnya, sebanyak 50% lebih ibu yang mengalami Rubella tidak merasa apa-apa. Sebagian lain mengalami demam, tulang ngilu, kelenjar belakang telinga membesar dan agak nyeri. Setelah 1-2 hari muncul bercak-bercak merah seluruh tubuh yang hilang dengan sendirinya setelah beberapa hari. Dokter tentunya juga tidak curiga bila tidak mendapat laporan dari ibu.

Walaupun ibu tidak merasa apa-apa, tetapi akibatnya dapat fatal bagi janin. Berdasarkan data dari WHO, paling tidak 236.000 kasus Sindrom Rubella Kongenital terjadi setiap tahun di negara-negara berkembang dan dapat meningkat 10 kali lipat pada saat terjadi epidemi.

Tidak semua janin akan tertular. Jika ibu hamil terinfeksi saat usia kehamilannya <> 36 minggu.

SINDROM RUBELLA KONGENITAL

Untungnya, Sindrom Rubella Kongenital biasanya terjadi hanya bila ibu terinfeksi pada saat umur kehamilan masih kurang dari 4 bulan. Bila sudah lewat 5 bulan, jarang sekali terjadi infeksi.

Sindrom Rubella Kongenital merupakan gabungan dari beberapa abnormalitas fisik yang berkembang pada bayi sebagai akibat dari infeksi Rubella pada ibu hamil yang ditularkan pada janin melalui plasenta. CRS pertama kali dilaporkan tahun 1941 oleh Norman Greg, seorang dokter ahli mata dari Australia. Norman menemukan katarak bawaan pada bayi yang ibunya mengalami infeksi Rubella di awal kehamilannya. Selain katarak kongenital, gejala CRS dapat berupa gangguan pendengaran atau tuli, gangguan jantung & pembuluh darah, kerusakan otak, dan lain-lain. Disamping itu, bayi dengan CRS berisiko lebih besar untuk terkena Diabetes Melitus, gangguan tiroid, gangguan pencernaan dan gangguan syaraf (pan-encephalitis). Kondisi ini disebabkan oleh infeksi virus yang menetap atau karena respon autoimun.

MENCEGAH RUBELLA
Vaksinasi sejak kecil atau sebelum hamil. Untuk perlindungan terhadap serangan virus Rubella telah tersedia vaksin dalam bentuk vaksin kombinasi yang sekaligus digunakan untuk mencegah infeksi campak dan gondongan, dikenal sebagai vaksin MMR (Mumps, Measles, Rubella). Vaksin Rubella diberikan pada usia 15 bulan. Setelah itu harus mendapat ulangan pada umur 4-6 tahun. Bila belum mendapat ulangan pada umur 4-6 tahun, harus tetap diberikan umur 11-12 tahun, bahkan sampai remaja. Vaksin tidak dapat diberikan pada ibu yang sudah hamil.

Deteksi status kekebalan tubuh sebelum hamil. Sebelum hamil sebaiknya memeriksa kekebalan tubuh terhadap Rubella, seperti juga terhadap infeksi TORCH lainnya.

Jika anti-Rubella IgG saja yang positif, berarti Anda pernah terinfeksi atau sudah divaksinasi terhadap Rubella. Anda tidak mungkin terkena Rubella lagi, dan janin 100% aman.

Jika anti-Rubella IgM saja yang positif atau anti-Rubella IgM dan anti-Rubella IgG positif, berarti anda baru terinfeksi Rubella atau baru divaksinasi terhadap Rubella. Dokter akan menyarankan Anda untuk menunda kehamilan sampai IgM menjadi negatif, yaitu selama 3-6 bulan.

Jika anti-Rubella IgG dan anti-Rubella IgM negatif berarti anda tidak mempunyai kekebalan terhadap Rubella. Bila anda belum hamil, dokter akan memberikan vaksin Rubella dan menunda kehamilan selama 3-6 bulan. Bila anda tidak bisa mendapat vaksin, tidak mau menunda kehamilan atau sudah hamil, yang dapat dikerjakan adalah mencegah anda terkena Rubella

Bila sudah hamil padahal belum kebal, terpaksa anda berusaha menghindari tertular Rubella dengan cara berikut:
1. Jangan mendekati orang sakit demam
2. Jangan pergi ke tempat banyak anak berkumpul, misalnya Playgroup, sekolah TK dan SD
3. Jangan pergi ke tempat penitipan anak
Sayangnya, hal ini tidak dapat 100% dilaksanakan karena situasi atau karena orang lain yang terjangkit Rubella belum tentu menunjukkan gejala demam. Kekebalan terhadap Rubella diperiksa ulang lagi umur 17-20 minggu.
Bila ibu hamil mengalami Rubella, periksalah darah apa benar terkena Rubella.
Bila ibu sedang hamil mengalami demam disertai bintik-bintik merah, pastikan apakah benar Rubella dengan memeriksa IgG dan IgM Rubella setelah 1 minggu. Bila IgM positif, berarti benar infeksi Rubella baru.
Bila ibu hamil mengalami Rubella, pastikan apakah janin tertular atau tidak
Untuk memastikan apakah janin terinfeksi atau tidak maka dilakukan pendeteksian virus Rubella dengan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction). Bahan pemeriksaan diambil dari air ketuban (cairan amnion). Pengambilan sampel air ketuban harus dilakukan oleh dokter ahli kandungan & kebidanan, dan baru dapat dilakukan setelah usia kehamilan lebih dari 22 minggu.

REFERENSI
Washington State of Health. Reporting and Surveillance Guidelines. Oktober 2002. www.co.jefferson.wa.us
US Department of Health and Human Service Center for Disease Control and Prevention (CDC). Morbidity and Mortality Weekly Report. July 2001; vol 50/No.RR-12 : 1-23

Sumber: dari sini

Artikel yang berhubungan:
Kantarak Kongenital
Infeksi TORCH Pada Kehamilan
Pemeriksaan TORCH bagi Ibu Hamil

MANFAAT ASAM FOLAT


Jangan abaikan vitamin yang satu ini. Bukan cuma penting buat ibu yang sedang hamil, tapi juga buat janin.

Asam folat, menurut Dr.Ir.Ali Khomsan dari Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fak.Pertanian IPB, Bogor, termasuk dalam golongan vitamin B. “Yang biasa dipasangkan dengan vitamin B-12. Jadi, orang yang mengalami defisiensi asam folat, biasanya juga akan kekurangan B-12.”

Sementara menurut Dr.Bambang Fajar,Sp.OG dari RS International Bintaro, Tangerang, asam folat adalah salah satu gugus yang berperan dalam pembentukan DNA pada proses erithropoesis. Yaitu, dalam pembentukan sel-sel darah merah atau eritrosit (butir-butir darah merah) dan perkembangan sistem syaraf.

Dalam keadaan normal, tubuh memerlukan 50 mikrogram asam folat. “Jika dalam sehari asam folat yang diserap tubuh kurang dari 50 mikrogram, maka dalam 4 bulan, ia akan terkena defisiensi asam folat ini.”

Kebutuhan asam folat akan meningkat selama kehamilan. “Bisa sampai 800 mikrogram hingga 1 miligram per harinya.” Selain itu, kebutuhan asam folat juga meningkat pada bayi, anak-anak, dan remaja, serta pada penderita penyakit tertentu, seperti kanker dan beberapa penyakit kulit.”


LAHIR PREMATUR
Kekurangan asam folat atau folic acid akan menyebabkan anemia megaloblastik. Anemia adalah suatu keadaan di mana jumlah eritrosit yang beredar atau konsentrasi hemoglobinnya mengalami penurunan. Akibatnya, ada penurunan transportasi oksigen dari paru ke jaringan perifer. Anemia bisa juga terjadi karena kekurangan zat besi ataupun B-12, yang disebut anemia perniciosa.

Gejala anemia megaloblastik, menurut Fajar, sama dengan anemia umumnya. “Tampak lesu, mudah lelah, kurang darah, cepat mengantuk, nafas pendek, peradangan pada lidah, mual, hilangnya nafsu makan, sakit kepala, pingsan, pucat, dan agak kekuningan.”

Untuk mengetahui penyebabnya, dilakukan tes laboratorium. “Melalui pemeriksaan darah tepi atau dari sumsum tulang, sehingga terlihat karakteristik butir-butir darahnya. Apakah karena defisiensi asam folat, zat besi, atau B-12.”

Kenyataannya hampir semua ibu hamil akan mengalami anemia, karena volume darah saat hamil meningkat rata-rata 40-50 persen, dibandingkan saat normal. Akibatnya, jumlah zat besi dan asam folat yang dibutuhkan untuk memproduksi sel darah merah akan meningkat pula secara bertahap. Pada kasus anemia ringan memang tidak menimbulkan dampak apa-apa pada janin.

“Tapi ketika sel-sel darah merah yang membawa oksigen semakin berkurang, maka janin pun akan terkena pula,” jelas Fajar. Anemia akut ini bisa mengakibatkan janin mengalami fetal neural tube defect (gangguan tulang belakang) dengan tidak terbentuknya sebagian tulang belakang janin. Akibatnya, bayi bisa mengalami kecacatan. Kecuali itu, anemia ini juga bisa mengakibatkan janin terkena BBLR (berat badan lahir rendah). “Hal tersebut bisa terjadi karena pada kasus anemia, butir-butir darahnya tidak ada sehingga aliran oksigen pada janin terganggu,” jelas Fajar.

Bukan tidak mungkin pula terjadi solutio plasentae (lepasnya plasenta dari rahim) yang mengakibatkan janin bisa meninggal, abortus spontan (keguguran) atau lahir prematur. Selain itu, bisa juga mengakibatkan kontraksi kurang bagus, kesulitan dalam persalinan, infeksi, dan uterus sulit berkontraksi.

Namun demikian, ibu hamil penderita anemia tidak harus selalu melahirkan lewat operasi. “Bila proses persalinannya tak kunjung maju, barulah dilakukan caesar.” Tetapi, bila berjalan lancar, walau ia menderita anemia, persalinan bisa dilakukan secara normal.

TERAPI
Cara memperbaikinya, menurut Fajar, sangat mudah. “Kalau si ibu menderita anemia megaloblastik, berarti ia harus mengkonsumsi asam folat yang cukup. Lakukan diet makanan yang kaya asam folat agar konsumsi zat tersebut terpenuhi, selain dibantu dengan tablet asam folat itu sendiri. Minimal 1-5 miligram per hari.”

Asam folat banyak terdapat dalam organ tubuh hewan, semacam hati. Juga dalam sayuran hijau seperti bayam, asparagus, brokoli, serta buah-buahan. “Nah, ini bedanya dengan vitamin B-12. Vitamnin B-12 banyak terdapat dalam produk hewan, tapi tidak ada dalam nabati.”

Tapi, lanjutnya, sangat sulit jika hanya mengandalkan dari makanan yang dikonsumsi sementara kebutuhan asam folat cukup tinggi. “Mau tak mau harus dibantu dengan tablet asam folat.” Tak heran, jika asam folat selalu diberikan di awal kehamilan. Tujuannya untuk mencegah sejak dini.

Apalagi, ujar Ali Khomsan, asam folat sangat rentan terhadap pemanasan yang tinggi. “Untuk mengoptimalkan asam folat, sebaiknya jangan memasak sayuran terlalu matang. Bisa saja dengan cara menumis. Baik juga jika dilakukan dengan cara dilalap. Hanya, hati-hati jika memakan lalapan sayuran mentah. Cuci dengan bersih, sehingga telur-telur cacing yang biasa ikut menempel di daun sayuran bisa hilang. Lain dengan buah-buahan yang bisa dimakan tanpa dimasak.”

Untuk olahan hewan, semacam daging atau hati, memang susah kalau tidak dimasak matang. Tapi setidaknya, olahan hewan kualitasnya biasanya lebih tinggi, sehingga daya serapnya juga lebih baik.


Saran Bagi Penderita

* Harus cukup mengkonsumsi makanan sumber asam folat, seperti sayuran hijau, buah-buhan, atau organ-organ hewan.

* Jika anemianya parah, hati-hati dalam berdiet. Laksanakan perintah dokter untuk mengkonsumsi makanan tambahan. Jangan menghentikannya, meskipun Anda mulai merasa baik.

* Berisitirahatlah sebanyak mungkin, karena anemia umumnya menyebabkan kelelahan berat. Sehingga untuk berikutnya bisa melakukan aktivitas dengan normal

Sumber: dari sini




INFEKSI TORCH PADA KEHAMILAN

TORCH adalah istilah untuk menggambarkan gabungan dari empat jenis penyakit infeksi yaitu TOxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus dan Herpes. Keempat jenis penyakti infeksi ini, sama-sama berbahaya bagi janin bila infeksi diderita oleh ibu hamil. Kini, diagnosis untuk penyakit infeksi telah berkembang antar lain ke arah pemeriksaan secara imunologis. Prinsip dari pemeriksaan ini adalah deteksi adanya zat anti (antibodi) yang spesifik taerhadap kuman penyebab infeksi tersebut sebagai respon tubuh terhadap adanya benda asing (kuman. Antibodi yang terburuk dapat berupa Imunoglobulin M (IgM) dan Imunoglobulin G (IgG)

TOXOPLASMA

Infeksi Toxoplasma disebabkan oleh parasit yang disebut Toxoplasma gondi. Pada umumnya, infeksi Toxoplasma terjadi tanpa disertai gejala yang spesifik. Kira-kira hanya 10-20% kasus infeksi Toxoplasma yang disertai gejala ringan, mirip gejala influenza, bisa timbul rasa lelah, malaise, demam, dan umumnya tidak menimbulkan masalah. Infeksi Toxoplasma berbahaya bila terjadi saat ibu sedang hamil atau pada orang dengan sistem kekebalan tubuh terganggu (misalnya penderita AIDS, pasien transpalasi organ yang mendapatkan obat penekan respon imun). Jika wanita hamil terinfeksi Toxoplasma maka akibat yang dapat terjadi adalah abortus spontan atau keguguran (4%), lahir mati (3%) atau bayi menderita Toxoplasmosis bawaan. pada Toxoplasmosis bawaan, gejala dapat muncul setelah dewasa, misalnya kelainan mata dan telinga, retardasi mental, kejang-kejang dan ensefalitis.

Diagnosis Toxoplasmosis secara klinis sukar ditentukan karena gejala-gejalanya tidak spesifik atau bahkan tidak menunjukkan gejala (sub klinik). Oleh karena itu, pemeriksaan laboratorium mutlak diperlukan untuk mendapatkan diagnosis yang tepat. Pemeriksaan yang lazim dilakukan adalah Anti-Toxoplasma IgG, IgM dan IgA, serta Aviditas Anti-Toxoplasma IgG. Pemeriksaan tersebut perlu dilakukan pada orang yang diduga terinfeksi Toxoplasma, ibu-ibu sebelum atau selama masa hamil (bila hasilnya negatif pelu diulang sebulan sekali khususnya pada trimester pertma, selanjutnya tiap trimeter), serta bayi baru lahir dari ibu yang terinfeksi Toxoplasma.

RUBELLA

Infeksi Rubella ditandai dengan demam akut, ruam pada kulit dan pembesaran kelenjar getah bening. Infeksi ini disebabkan oleh virus Rubella, dapat menyerang anak-anak dan dewasa muda. Infeksi Rubella berbahaya bila tejadi pada wanita hamil muda, karena dapat menyebabkan kelainan pada bayinya. Jika infeksi terjadi pada bulan pertama kehamilan maka risiko terjadinya kelainan adalah 50%, sedangkan jika infeksi tejadi trimester pertama maka risikonya menjadi 25% (menurut America College of Obstatrician and Gynecologists, 1981). Tanda tanda dan gejala infeksi Rubella sangat bervariasi untuk tiap individu, bahkan pada beberapa pasien tidak dikenali, terutama apabila ruam merah tidak tampak. Oleh Karena itu, diagnosis infeksi Rubella yang tepat perlu ditegakkan dengan bantuan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan Laboratorium yang dilakukan meliputi pemeriksaan Anti-Rubella IgG dana IgM. Pemeriksaan Anti-rubella IgG dapat digunakan untuk mendeteksi adanya kekebalan pada saat sebelum hamil. Jika ternyata belum memiliki kekebalan, dianjurkan untuk divaksinasi. Pemeriksaan Anti-rubella IgG dan IgM terutama sangat berguna untuk diagnosis infeksi akut pada kehamilan <>

CYTOMEGALOVIRUS (CMV)

Infeksi CMV disebabkan oleh virus Cytomegalo, dan virus ini temasuk golongan virus keluarga Herpes. Seperti halnya keluarga herpes lainnya, virus CMV dapat tinggal secara laten dalam tubuh dan CMV merupakan salah satu penyebab infeksi yang berbahaya bagi janin bila infeksi yang berbahaya bagi janin bila infeksi terjadi saat ibu sedang hamil. Jika ibu hamil terinfeksi. maka janin yang dikandung mempunyai risiko tertular sehingga mengalami gangguan misalnya pembesaran hati, kuning, pekapuran otak, ketulian, retardasi mental, dan lain-lain. Pemeriksaan laboratorium sangat bermanfaat untuk mengetahui infeksi akut atau infeski berulang, dimana infeksi akut mempunyai risiko yang lebih tinggi. Pemeriksaan laboratorium yang silakukan meliputi Anti CMV IgG dan IgM, serta Aviditas Anti-CMV IgG.

HERPES SIMPLEKS TIPE II
Infeksi herpes pada alat genital (kelamin) disebabkan oleh Virus Herpes Simpleks tipe II (HSV II). Virus ini dapat berada dalam bentuk laten, menjalar melalui serabut syaraf sensorik dan berdiam diganglion sistem syaraf otonom.
Bayi yang dilahirkan dari ibu yang terinfeksi HSV II biasanya memperlihatkan lepuh pada kulit, tetapi hal ini tidak selalu muncul sehingga mungkin tidak diketahui. Infeksi HSV II pada bayi yang baru lahir dapat berakibat fatal (Pada lebih dari 50 kasus). Pemeriksaan laboratorium, yaitu Anti-HSV II IgG dan Igm sangat penting untuk mendeteksi secara dini terhadap kemungkinan terjadinya infeksi oleh HSV II dan mencaegah bahaya lebih lanjut pada bayi bila infeksi terjadi pada saat kehamilan.

Infeksi TORCH yang terjadi pada ibu hamil dapt membahayakan janin yang dikandungnya. Pada infeksi TORCH, gejala klinis yang ada searing sulit dibedakan dari penyakit lain karena gejalanya tidak spesifik. Walaupun ada yang memberi gejala ini tidak muncul sehingga menyulitkan dokter untuk melakukan diagnosis. Oleh karena itu, pemeriksaan laboratorium sangat diperlukan untuk membantu mengetahui infeksi TORCH agar dokter dapat memberikan penanganan atau terapi yang tepat.

Panel TORCH
● Anti Toxoplasma IgG dan IgM
● Anti Rubella IgG dan IgM
● Anti CMV IgG dan IgM
● Anti HSV II IgG dan IgM

Sumber : dari sini

Artikel yang berhubungan:

Pemeriksaan TORCH bagi Ibu Hamil

KATARAK KONGENITAL

KATARAK
adalah kekeruhan pada lensa mata yang semula jernih seperti kaca yang transparan. Dengan adanya kekeruhan tersebut maka sinar dari luar tidak dapat masuk kedalam saraf mata melalui pupil/bulatan hitam pada bagian tengan bola mata sehingga seseorang akan rabun atau tidak dapat melihat apapun.




KATARAK KONGENITAL
adalah katarak yang ditemukan pada bayi, pada umumnya ditemukan pada umur 3 bulan atau lebih, dapat timbul pada satu atau kedua mata.

Penyebab dari katarak ini pada umumnya adalah infeksi virus Rubela yang didapat dari ibu saat kehamilan. Selain katarak, virus ini juga dapat menyebabkan sindroma atau sekumpulan kelainan antara lain gangguan pada pendengaran, bola mata mengecil dan gangguan jantung.

Tanda yang sangat mudah mengenali kelainan ini adalah bila pupil atau bulatan hitam pada mata terlihat berwana putih atau abu-abu dan mata bayi bergerak-gerak terus.

Apabila katarak ini dibiarkan maka bayi akan mencari-cari sinar melalui lubang pupil yang gelap dan akhirnya bola mata akan bergerak-gerak terus karena sinar tetap tidak ditemukan.
Proses masuknya sinar pada saraf mata sangat penting bagi penglihatan bayi pada masa mendatang, karena bila terdapat gangguan masuknya sinar setelah bayi berumur 4 bulan maka saraf mata akan menjadi malas dan berkurang fungsinya.

Penanganan katarak pada usia berapapun adalah dengan cara operasi, yaitu dengan mengeluarkan lensa yang telah menjadi keruh dengan berbagai metode operasi.

Pada katarak kongenital, operasi harus dilakukan sedini mungkin untuk mencegah mata menjadi malas. Namun operasi katarak pada bayi pada umumnya perlu dilakukan lebih dari satu kali karena sering timbul kekeruhan kembali pada kapsul lensanya dan ini akan memberikan beban psikologis bagi orangtua karena operasi katarak pada bayi harus dilakukan dengan bius total.

Selain dari pada itu, proses pemulihan penglihatan pada bayi juga akan lebih lama karena pada bayi tidak dapat ditanam lensa buatan ( Intra Ocular Lens ), sehingga bayi harus diberi kacamata tebal agar dapat belajar melihat. Secara berkala bayi harus kontrol untuk pemeriksaan apakah sudah timbul kekeruhan kembali atau kacamata harus diganti ukurannya.



Kacamata untuk bayi pasca operasi katarak sangat tebal ukurannya sehingga tidak nyaman dilihat dan dipakai, namun harus dipaksa agar sinar dapat masuk ke saraf mata dan mata bayi tidak malas di kemudian hari.
Apabila sudah lebih besar, dapat dilakukan terapi pada mata yang sudah terlanjur malas dan dapat dilakukan pemasangan lensa tanam sehingga penglihatan lebih jelas dan lebih nyaman.

Sumber : dari sini

Artikel yang berhubungan:
Rubella Incar Kehamilan
Infeksi TORCH Pada Kehamilan
Pemeriksaan TORCH bagi Ibu Hamil

Pemeriksaan TORCH bagi Ibu Hamil

PENTINGNYA PEMERIKSAAN TORCH BAGI IBU HAMIL

Apakah pemeriksaan TORCH itu ?

Pemeriksaan TORCH adalah pemeriksaan yang bertujuan untuk mendeteksi infeksi TORCH, yang disebabkan oleh parasit TOxoplasma, virus Rubella, Cytomegalovirus (CMV) dan virus Herpes.

Cara mengetahui infeksi TORCH adalah dengan mendeteksi adanya antibodi dalam darah pasien, yaitu dengan pemeriksaan:
  • Anti-Toxoplasma IgM dan Anti-Toxoplasma IgG (untuk mendeteksi infeksi Toxoplasma)
  • Anti-Rubella IgM dan Anti-Rubella IgG (Untuk mendeteksi infeksi Rubella)
  • Anti-CMV IgM dan Anti-CMV IgG (untuk mendeteksi infeksi Cytomegalovirus)
  • Anti-HSV2 IgM dan Anti-HSV2 IgG (untuk mendeteksi infeksi virus Herpes)
Infeksi toksoplasma dan CMV dapat dapat bersifat laten tetapi yang berbahaya adalah infeksi primer (infeksi yang baru pertama terjadi di saat kehamilan, terutama pada trimester pertama). Jadi, bila hasil pemeriksaan (yang dilakukan saat hamil) positif maka perlu dilihat lebih lanjut apakah infeksi baru terjadi atau telah lama berlangsung. Untuk itu perlu dilakukan pemeriksaan:
  • Aviditas Anti-Toxoplasma IgG
  • Aviditas Anti-CMV IgG
Mengapa Ibu Hamil Perlu Melakukan Pemeriksaan TORCH ?

Infeksi TORCH yang terjadi pada ibu hamil dapat menyebabkan keguguran, bayi lahir prematur, dan dapat juga menyebabkan kelainan pada janin yang dikandungnya. Kelainan yang muncul dapat bersifat ringan atau berat, kadang-kadang baru timbul gejala setelah remaja.

Kelainan yang muncul dapat berupa :

  • kerusakan mata (radang mata)
  • kerusakan telinga (tuli)
  • kerusakan jantung
  • gangguan pertumbuhan
  • gangguan saraf pusat
  • kerusakan otak (radang otak)
  • keterbelakangan mental
  • pembesaran hati dan limpa
Pada umumnya, infeksi TORCH yang terjadi pada ibu hamil tidak bergejala sehingga untuk mendiagnosis adanya infeksi TORCH diperlukan pemeriksaan laboratorium

Siapa & kapan perlu melakukan pemeriksaan TORCH ?

  • Wanita yang akan hamil atau merencanakan segera hamil
  • Wanita yang baru/sedang hamil bila hasil sebelumnya negatif atau belum diperiksa, idealnya dipantau setiap 3 bulan sekali
  • Bayi baru lahir yang ibunya terinfeksi pada saat hamil

PANEL TORCH
  • Anti-Toxoplasma IgM
  • Anti-Toxoplasma IgG
  • Anti-Rubella IgM
  • Anti-Rubella IgG
  • Anti-CMV IgM
  • Anti-CMV IgG
  • Anti HSV2 IgM
  • Anti HSV2 IgG

Bayi yang lahir sehat tanpa cacat merupakan idaman semua ibu hamil. Karena itu, ibu hamil harus merawat kehamilannya sejak dini dengan memeriksakan diri secara teratur ke dokter, menjaga kebersihan dan mengkonsumsi makanan bergizi. Disamping itu, melakukan pemeriksaan laboratorium sebelum dan selama kehamilan juga sangat penting.

SPINA BIFIDA

DEFINISI
Spina Bifida termasuk dalam kelompok neural tube defect yaitu suatu celah pada tulang belakang yang terjadi karena bagian dari satu atau beberapa vertebra gagal menutup atau gagal terbentuk secara utuh.
Hal ini dapat terjadi saat beberapa minggu (21 minggu sampai dengan 28 minggu) setelah konsepsi.

PENYEBAB
Faktor genetik dan lingkungan (nutrisi atau terpapar bahan berbahaya) dapat menyebabkan resiko melahirkan anak dengan spina bifida.
Pada 95 % kasus spina bifida tidak ditemukan riwayat keluarga dengan defek neural tube. Resiko akan melahirkan anak dengan spina bifida 8 kali lebih besar bila sebelumnya pernah melahirkan anak spina bifida.
Terdapat beberapa jenis spina bifida:
1. Spina bifida occulta : Defek tidak tampak, jarang menimbulkan gejala atau komplikasi. Satu atau beberapa vertebra tidak terbentuk secara normal, tetapi korda spinalis dan selaputnya (meningens) tidak menonjol. Ditemukan tidak sengaja saat penderita dilakukan foto x-ray
2. Meningocele : meningens menonjol melalui vertebra yang tidak utuh dan teraba sebagai suatu benjolan berisi cairan di bawah kulit.
3. Spina bifida cystica (Myelomeningocele): jenis spina bifida yang kompleks dan paling berat, dimana korda spinalis menonjol dan keluar dari tubuh, kulit diatasnya tampak kasar dan merah.


Gambar 1 Jenis Spina Bifida

GEJALA SPINA BIFIDA
Gejala yang timbul disebabkan oleh komplikasi pada spina bifida antara lain :
  • Abnormalitas pada lower spine selalu bersamaan dengan abnormalitas upper spine (Arnold Chiari malformation) yang menyebabkan masalah koordinasi
  • Deformitas pada spine, hip, foot dan leg sering oleh karena imbalans kekuatan otot dan fungsi
  • Masalah bladder dan bowel berupa ketidakmampuan untuk merelakskan secara volunter otot (sphincter) sehingga menahan urine pada bladder dan feses pada rectum.
  • Hidrosefalus mengenai 90% penderita spina bifida. Inteligen dapat normal bila hirosefalus di terapi dengan cepat.
  • Anak-anak dengan meningomyelocele banyak yang mengalami tethered spinal cord. Spinal cord melekat pada jaringan sekitarnya dan tidak dapat bergerak naik atau turun secara normal. Keadaan ini menyebabkan deformitas kaki, dislokasi hip atau skoliosis. Masalah ini akan bertambah buruk seiring pertumbuhan anak dan tethered cord akan terus teregang.
  • Obesitas oleh karena inaktivitas
  • Fraktur patologis pada 25% penderita spina bifida, disebabkan karena kelemahan atau penyakit pada tulang.
  • Defisiensi growth hormon menyebabkan short statue
  • Learning disorder
  • Masalah psikologis, sosial dan seksual
  • Alergi karet alami (latex)

DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.

Pemeriksaan dan Tes
Pada prenatal tes diukur tingkat maternal serum alpha-fetoprotein (MSAP atau AFP). Didapatkan hasil tinggi pada wanita yang mengandung bayi dengan spina bifida (85%) atau defek neural tube lainnya.
Tes ini memiliki angka positif palsu yang tinggi, karena itu jika hasilnya positif, perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk memperkuat diagnosis. Dilakukan USG yang biasanya dapat menemukan adanya spina bifida.
Tes ini disebut juga triple screen yang terdiri dari pemeriksaan AFP, ultrasound dan cairan amnion.
Pada evaluasi anak dengan spina bifida, dilakukan analisis melalui riwayat medik, riwayat medik keluarga dan riwayat kehamilan dan saat melahirkan.
Pemeriksaan fisik dipusatkan pada defisit neurologi, deformitas muskuloskeletal dan evaluasi psikologis. Pada anak yang lebih besar dilakukan asesmen tumbuh kembang, sosial dan gangguan belajar.
Pemeriksaan x-ray digunakan untuk mendeteksi kelainan tulang belakang, skoliosis, deformitas hip, fraktur pathologis dan abnormalitas tulang lainnya. USG tulang belakang bisa menunjukkan adanya kelainan pada korda spinalis maupun vertebra dan lokasi fraktur patologis. CT scan kepala untuk mengevaluasi hidrosepalus dan MRI tulang belakang untuk memberikan informasi pada kelainan spinal cord dan akar saraf.

PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada penderita spina bifida memerlukan koordinasi tim yang terdiri dari spesialis anak, saraf, bedah saraf, rehabilitasi medik, ortopedi, endokrin, urologi dan tim terapi fisik, ortotik, okupasi, psikologis perawat, ahli gizi sosial worker dan lain-lain.

1.Urologi
Dalam bidang urologi, terapi pada disfungsi bladder dimulai saat periode neonatal sampai sepanjang hidup. Tujuan utamanya adalah :
1. Mengontrol inkotinensia
2. Mencegah dan mengontrol infeksi
3. Mempertahankan fungsi ginjal
Intermiten kateterisasi dapat dimulai pada residual urin > 20 cc dan kebanyakan anak umur 5 - 6 tahun dapat melakukan clean intermittent catheterization (CIC) dengan mandiri.
Bila terapi konservatif gagal mengontrol inkontinensia, prosedur bedah dapat dipertimbangkan. Untuk mencegah refluk dapat dilakukan ureteral reimplantasi, bladder augmentation, atau suprapubic vesicostomy.

2.Orthopedi
Tujuan terapi ortopedi adalah memelihara stabilitas spine dengan koreksi yang terbaik dan mencapai anatomi alignment yang baik pada sendi ekstremitas bawah.
Dislokasi hip dan pelvic obliquity sering bersama-sama dengan skoliosis paralitik. Terapi skoliosis dapat dengan pemberian ortesa body jacket atau Milwaukee brace. Fusi spinal dan fiksasi internal juga dapat dilakukan untuk memperbaiki deformitas tulang belakang.
Imbalans gaya mekanik antara hip fleksi dan adduksi dengan kelemahan abduktor dan fungsi ekstensor menghasilkan fetal coxa valga dan acetabulum yang displastik, dangkal dan parsial. Hip abduction splint atau Pavlik harness digunakan 2 tahun pertama untuk counter gaya mekaniknya.
Pemanjangan tendon Achilles untuk deformitas equinus, flexor tenodesis atau transfer dan plantar fasciotomi untuk deformitas claw toe dan pes cavus yang berat. Subtalar fusion, epiphysiodesis, triple arthrodesis atau talectomi dilakukan bila operasi pada jaringan lunak tidak memberikan hasil yang memuaskan.

3.Rehabilitasi Medik
a.Sistem Muskuloskeletal
Latihan luas gerak sendi pasif pada semua sendi sejak bayi baru lahir dilakukan seterusnya untuk mencegah deformitas muskuloskeletal. Latihan penguatan dilakukan pada otot yang lemah, otot partial inervation atau setelah prosedur tendon transfer

b.Perkembangan Motorik
Stimulasi motorik sedini mungkin dilakukan dengan memperhatikan tingkat dari defisit neurologis.

c.Ambulasi
Alat bantu untuk berdiri dapat dimulai diberikan pada umur 12 – 18 bulan. Spinal brace diberikan pada kasus-kasus dengan skoliosis.
Reciprocal gait orthosis (RGO) atau Isocentric Reciprocal gait orthosis (IRGO) sangat efektif digunakan bila hip dapat fleksi dengan aktif.
HKAFO digunakan untuk mengkompensasi instabilitas hip disertai gangguan aligment lutut. KAFO untuk mengoreksi fleksi lutut agar mampu ke posisi berdiri tegak.
Penggunaan kursi roda dapat dimulai saat tahun kedua terutama pada anak yang tidak dapat diharapkan melakukan ambulasi.

Gambar 2. Reciprocal gait orthosis (RGO)

d.Bowel training
Diet tinggi serat dan cairan yang cukup membantu feses lebih lunak dan berbentuk sehingga mudah dikeluarkan. Pengeluaran feses dilakukan 30 menit setelah makan dengan menggunakan reflek gastrokolik. Crede manuver dilakukan saat anak duduk di toilet untuk menambah kekuatan mengeluarkan dan mengosongkan feses
Stimulasi digital atau supositoria rektal digunakan untuk merangsang kontraksi rektal sigmoid. Fekal softener digunakan bila stimulasi digital tidak berhasil.

PROGNOSIS
Prognosis spina bifida tergantung pada berat ringannya abnormalitas. Prognosis terburuk bila terdapat paralisis komplet, hidrosefalus dan defek kongenital lainnya. Dengan penanganan yang baik, sebagian besar anak-anak dengan spina bifida dapat hidup sampai usia dewasa.

PENCEGAHAN
Resiko terjadinya spina bifida bisa dikurangi dengan mengkonsumsi asam folat. Kekurangan asam folat pada seorang wanita harus dikoreksi sebelum wanita tersebut hamil, karena kelainan ini terjadi sangat dini.
Kepada wanita yang berencana untuk hamil dianjurkan untuk mengkonsumsi asam folat sebanyak 400 mcg/hari. Kebutuhan asam folat pada wanita hamil adalah 1 mg/hari.



PUSTAKA
1. Molnar GE, Murphy KP, Spina Bifida In: Pediatric Rehabilitation, 3rd ed, Hanley & Helfus Inc, Philadelphia:p219-40
2. Foster MR. Spina Bifida..http://www.emedicinehealth.com/spina_bifida.Downloaded at 11/11/07. 09:12
3. Spina Bifida. http://naya.web.id/2007/01/25/spina-bifida/ Downloaded at 11/11/07. 11:13
4. Spina Bifida. http://www.mayoclinic.com/health/spina-bifida/DS00417/DSECTION=2 Downloaded at 11/11/07. 12:42
5. RGO Introduction http://www.centerfororthoticsdesign.com/ isocentric_rgo /index.html. Downloaded at 14/11/07.11:12
6. Spina Bifida Association. Toilet Training the Child with Spina Bifida. Toilet Training the Child with Spina Bifida.Downloaded at 11/4/07. 02:07
7. Southwest Institute for Families and children with special needs. Spina Bifida. www.hrtw.org/tools/pdfs/spina_bifida.pdf .Downloaded at 11/4/07. 04:27
8. Spina Bifida. http://www.wrongdiagnosis.com/s/spina_bifida/prognosis.htm. Downloaded at 04/12/07. 10:16

Sumber: dari sini

Thalassemia

Sumber : Eijkman Institute

Apakah Thalassemia itu?
Thalassemia adalah penyakit keturunan dengan gejala utama pucat, perut tampak membesar karena pembengkakan limpa dan hati, apabila tidak diobati dengan baik akan terjadi perubahan bentuk tulang muka dan warna kulit menjadi menghitam. Penyebab penyakit ini adalah kekurangan salah satu zat pembentuk hemoglobin (Hb) sehingga produksi hemoglobin berkurang.

Apakah hemoglobin?
Hemoglobin adalah suatu zat di dalam sel darah merah yang berfungsi mengangkut zat asam dari paru-paru ke seluruh tubuh, selain itu yang memberikan warna merah sel darah merah. Hemoglobin terdiri dari 4 molekul zat besi (heme), 2 molekul rantai globin alpha dan 2 molekul rantai globin beta. Rantai globin alpha dan beta adalah protein yang produksinya disandi oleh gen globin alpha dan beta.

Apakah gen globin alpha dan gen globin beta?
Setiap sifat dan fungsi fisik pada tubuh kita dikontrol oleh gen, yang bekerja sejak masa embrio. Gen terdapat di dalam setiap sel tubuh kita. Setiap gen selalu berpasangan. Satu belah gen berasal dari ibu, dan yang lainnya dari ayah. Diantara banyak gen dalam tubuh kita, terdapat sepasang gen yang mengontrol pembentukan hemoglobin pada setiap sel darah merah. Gen tersebut dinamakan gen globin. Gen-gen tersebut terdapat di dalam kromosom.

Bagaimana terjadinya penyakit thalassemia?
Penyakit thalassemia disebabkan oleh adanya kelainan/perubahan/mutasi pada gen globin alpha atau gen globin beta sehingga produksi rantai globin tersebut berkurang atau tidak ada. Akibatnya produksi Hb berkurang dan sel darah merah mudah sekali rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120 hari). Bila kelainan pada gen globin alpha maka penyakitnya disebut thalassemia alpha, sedangkan kelainan pada gen globin beta akan menyebabkan penyakit thalassemia beta. Karena di Indonesia thalassemia beta lebih sering didapat maka selanjutnya kami hanya akan menjelaskan mengenai thalassemia beta.

Bagaimana cara penurunannya?
Penyakit ini diturunkan melalui gen yang disebut sebagai gen globin beta yang terletak pada kromosom 11. Pada manusia kromosom selalu ditemukan berpasangan. Gen globin beta ini yang mengatur pembentukan salah satu komponen pembentuk hemoglobin.

Bila hanya sebelah gen globin beta yang mengalami kelainan disebut pembawa sifat thalassemia-beta. Seorang pembawa sifat thalassemia tampak normal/sehat, sebab masih mempunyai 1 gen dalam keadaan normal (dapat berfungsi dengan baik). Seorang pembawa sifat thalassemia jarang memerlukan pengobatan.

Bila kelainan gen globin terjadi pada kedua kromosom, dinamakan penderita thalassemia (Homosigot/Mayor). Kedua belah gen yang sakit tersebut berasal dari kedua orang tua yang masing-masing membawa sifat thalassemia. Pada proses pembuahan, anak hanya mendapat sebelah gen globin beta dari ibunya dan sebelah lagi dari ayahnya. Bila kedua orang tuanya masing-masing pembawa sifat thalassemia maka pada setiap pembuahan akan terdapat beberapa kemungkinan.
• Kemungkinan pertama si anak mendapatkan gen globin beta yang berubah (gen thalassemia) dari bapak dan ibunya maka anak akan menderita thalassemia.
• Sedangkan bila anak hanya mendapat sebelah gen thalassemia dari ibu atau ayah maka anak hanya membawa penyakit ini.
• Kemungkinan lain adalah anak mendapatkan gen globin beta normal dari kedua orang tuanya.

Dari uraian diatas dapat dilihat bahwa kemungkinan anak dari pasangan pembawa sifat thalassemia beta adalah 25% normal, 50% pembawa sifat thalassemia beta, dan 25% thalassemia beta mayor (anemia berat).

Bagaimana terjadinya gejala pucat atau anemia?
Warna merah dari darah manusia disebabkan oleh hemoglobin yang terdapat di dalam darah merah. Hemoglobin terdiri atas zat besi dan protein yang dibentuk oleh rantai globin alfa dan rantai globin beta.
Pada penderita thalassemia beta, produksi rantai globin beta tidak ada atau berkurang. Sehingga hemoglobin yang dibentuk berkurang. Selain itu berkurangnya produksi rantai globin beta mengakibatkan rantai globin alfa relatif berlebihan dan akan saling mengikat membentuk suatu benda yang menyebabkan sel darah merah mudah rusak. Berkurangnya produksi hemoglobin dan mudah rusaknya sel darah merah mengakibatkan penderita menjadi pucat atau anemia atau kadar Hbnya rendah.

Mengapa limpa membesar pada penderita thalassemia?
Limpa berfungsi membersihkan sel darah yang sudah rusak. Selain itu limpa juga berfungsi membentuk sel darah pada masa janin. Pada penderita thalassemia, sel darah merah yang rusak sangat berlebihan sehingga kerja limpa sangat berat. Akibatnya limpa menjadi membengkak. Selain itu tugas limpa lebih diperberat untuk memproduksi sel darah merah lebih banyak.

Mengapa terjadi perubahan bentuk tulang muka?
Sumsum tulang pipih adalah tempat memproduksi sel darah. Tulang muka adalah salah satu tulang pipih. Pada thalassemia karena tubuh selalu kekurangan darah, maka pabrik sel darah dalam hal ini sumsum tulang pipih akan berusaha memproduksi sel darah merah sebanyak-banyaknya. Karena pekerjaannya yang meningkat maka sumsum tulang ini akan membesar, pada tulang muka pembesaran ini dapat dilihat dengan jelas dengan adanya penonjolan dahi, jarak antara kedua mata menjadi jauh, tulang pipi menonjol.

Apakah pengobatan penyakit thalassemia?
Sampai saat ini belum ada obat yang menyembuhkan penyakit thalassemia secara total. Pengobatan yang paling optimal adalah transfusi darah seumur hidup dan pemberian tambahan asam folat serta mempertahankan kadar Hb selalu sama atau di atas 12 g/dl dan mengatasi akibat samping transfusi darah. Pada bentuk yang sangat berat, mungkin diperlukan pencangkokan sumsum tulang.

Apakah efek samping transfusi darah?
Efek samping transfusi darah adalah kelebihan zat besi dan terkena penyakit yang ditularkan melalui darah yang ditransfusikan. Setiap 250 ml darah yang ditransfusikan selalu membawa kira-kira 250 mg zat besi. Sedangkan kebutuhan normal manusia akan zat besi hanya 1-2 mg perhari. Pada penderita yang sudah sering mendapatkan transfusi kelebihan zat besi ini akan ditumpuk di jaringan-jaringan tubuh seperti hati, jantung, paru, otak, kulit dll. Penumpukan zat besi ini akan mengganggu fungsi organ tubuh tersebut dan bahkan dapat menyebabkan kematian akibat kegagalan fungsi jantung atau hati.

Bagaimana mengatasi kelebihan zat besi?
Pemberian obat kelasi besi atau pengikat zat besi (nama dagangnya Desferal) secara teratur dan terus menerus akan mengatasi masalah kelebihan zat besi. Obat kelasi besi (Desferal) yang saat ini tersedia di pasaran diberikan melalui jarum kecil ke bawah kulit (subkutan) dan obatnya dipompakan secara perlahan-lahan oleh alat yang disebut “syringe driver”. Pemakaian alat ini diperlukan karena kerja obat ini hanya efektif bila diberikan secara perlahan-lahan selama kurang lebih 10 jam per hari. Idealnya obat ini diberikan lima hari dalam seminggu seumur hidup.

Bagaimana mencegah kelahiran penderita thalassemia?
Kelahiran penderita thalassemia dapat dicegah dengan 2 cara.
1. Mencegah perkawinan antara 2 orang pembawa sifat thalassemia.
2.Memeriksa janin yang dikandung oleh pasangan pembawa sifat, dan menghentikan kehamilan bila janin dinyatakan sebagai penderita thalassemia (mendapat kedua gen thalassemia dari ayah clan ibunya).

Siapa yang harus diperiksa untuk kemungkinan pembawa sifat thalassemia?
Sebaiknya semua orang Indonesia dalam masa usia subur diperiksa kemungkinan membawa sifat thalassemia beta. Karena frekuensi pembawa sifat thalassemia beta di Indonesia berkisar antara 6-10%, artinya setiap 100 orang ada 6 sampai 10 orang pembawa sifat thalassimia beta. Terlebih lagi apabila ada riwayat seperti di bawah ini, pemeriksaan pembawa sifat thalassemia sangat dianjurkan:
• Ada saudara sedarah yang menderita thalassemia beta.
• Kadar hemoglobin relatif rendah antara 10-12 g/dl, walaupun sudah minum obat penambah darah seperti zat besi.
• Ukuran sel darah merah lebih kecil dari normal walaupun keadaan Hb normal.

Bagaimana prosedur diagnosis prenatal?
Diagnosis prenatal melalui beberapa tahap.
Tahap pertama adalah pemeriksaan ibu janin yang meliputi pemeriksaan darah tepi lengkap dan analisis hemoglobin. Bila ibu dinyatakan pembawa sifat thalassemia beta maka pemeriksaan dilanjutkan ke tahap kedua yaitu suami diperiksa darah tepi lengkap dan analisis hemoglobin. Bila suami juga membawa sifat thalassemia maka suami-isteri ini diperiksa DNAnya untuk menentukan jenis kelainann pada gen globin beta.
Selanjutnya diambil jaringan janin (villi choriales atau jaringan ari-ari) pada saat janin berumur 10-12 minggu untuk diperiksa DNAnya. Bila janin ternyata hanya mebawa satu belah gen globin beta yang mengalami kelainan (gen thalassemia beta) atau sama sekali tidak membawa gen thalassemia beta maka kehamilan dapat diteruskan dengan aman. Tetapi bila janin ternyata membawa kedua belah gen thalassemia yang artinya janin akan menderita thalassemia beta maka penghentian kehamilan dapat menjadi pilihan.

Bagaimanakah prosedur dan apakah akibat tindakan pengambilan jaringan ari-ari terhadap janin?
Pengambilan jaringan janin dari ari-ari dilakukan dengan menusukkan jarum melalui jalan lahir atau dinding perut ke dalam alat kandungan clan menembus ke ari-ari, kemudian pada daerah ari-ari yang disebut villi choriales diambil dengan cara aspirasi sejumlah jaringan tersebut untuk bahan pemeriksaan DNA. Prosedur ini dilakukan oleh dokter ahli kandungan yang sudah berpengalaman melakukan tindakan ini. Prosedur ini dilakukan pada kehamilan 11 minggu. Tindakan ini mempunyai risiko keguguran sebesar 2-3%. Cara lain untuk mendapat sel dari janin adalah dengan pengambilan cairan amnion yang baru dapat dilakukan pada kehamilan 15 minggu. Risiko abortus pada prosedur ini adalah 1%.

Bagaimana mengetahui seseorang adalah pembawa sifat thalassemia beta?
Karena penampilan sebagian besar pembawa sifat thalassemia beta tidak dapat dibedakan dengan individu normal, maka pembawa sifat thalassemia beta hanya dapat ditentukan dengan pemeriksaan darah yang mencakup darah tepi lengkap clan analisis hemoglobin.


Dimana dapat diperiksa untuk kemungkinan pembawa sifat thalassemia?
Pemeriksaan pembawa sifat thalassemia beta dapat dilakukan di Lembaga Eijkman, Jalan Diponegoro 69 Jakarta pada setiap hari Senin s/d Jum’at jam 9.00 s/d 14.00. Biaya pemeriksaan adalah Rp. 150.000,-/per orang (harga sewaktu-waktu dapat berubah). Pemeriksaan ini juga dapat dilakukan oleh beberapa laboratorium lain.

DOWN SYNDROM (Trisomi 21)

PENGERTIAN
Kelainan bawaan sejak lahir yang terjadi pada 1 diantara 700 bayi. Mongolisma (Down’s Syndrome) ditandai oleh kelainan jiwa atau cacat mental mulai dari yang sedang sampai berat. Tetapi hampir semua anak yang menderita kelainan ini dapat belajar membaca dan merawat dirinya sendiri.

Sindrom Down adalah suatu kumpulan gejala akibat dari abnormalitas kromosom, biasanya kromosom 21, yang tidak berhasil memisahkan diri selama meiosis sehingga terjadi individu dengan 47 kromosom. Sindrom ini pertama kali diuraikan oleh Langdon Down pada tahun 1866.

Down Syndrom merupakan kelainan kromosom autosomal yang paling banyak terjadi pada manusia. Diperkirakan 20 % anak dengan down syndrom dilahirkan oleh ibu yang berusia diatas 35 tahun. Synrom down merupakan cacat bawaan yang disebabkan oleh adanya kelebiha kromosom x. Syndrom ini juga disebut Trisomy 21, karena 3 dari 21 kromosom menggantikan yang normal.95 % kasus syndrom down disebabkan oleh kelebihan kromosom.

ETIOLOGI
Penyebab dari Sindrom Down adalah adanya kelainan kromosom yaitu terletak pada kromosom 21 dan 15, dengan kemungkinan-kemungkinan :
1. Non Disjunction sewaktu osteogenesis ( Trisomi )
2. Translokasi kromosom 21 dan 15
3. Postzygotic non disjunction ( Mosaicism )


Faktor-faktor yang berperan dalam terjadinya kelainan kromosom ( Kejadian Non Disjunctional ) adalah :
1. Genetik
Karena menurut hasil penelitian epidemiologi mengatakan adanya peningkatan resiko berulang bila dalam keluarga terdapat anak dengan syndrom down.
2. Radiasi
Ada sebagian besar penelitian bahwa sekitar 30 % ibu yang melahirkan ank dengan syndrom down pernah mengalami radiasi di daerah sebelum terjadi konsepsi.
3. Infeksi Dan Kelainan Kehamilan
4. Autoimun dan Kelainan Endokrin Pada ibu
Terutama autoimun tiroid atau penyakit yang dikaitkan dengan tiroid.
5. Umur Ibu
Apabila umur ibu diatas 35 tahun diperkirakan terdapat perubahan hormonal yang dapat menyebabkan “non dijunction” pada kromosom. Perubahan endokrin seperti meningkatnya sekresi androgen, menurunnya kadar hidroepiandrosteron, menurunnya konsentrasi estradiolsistemik, perubahan konsentrasi reseptor hormon danpeningkatan kadar LH dan FSH secara tiba-tiba sebelum dan selam menopause. Selain itu kelainan kehamilan juga berpengaruh.
6. Umur Ayah
Selain itu ada faktor lain seperti gangguan intragametik, organisasi nukleolus, bahan kimia dan frekuensi koitus.

GEJALA KLINIS

Berat badan waktu lahir dari bayi dengan syndrom down umumnya kurang dari normal.
Beberapa Bentuk Kelainan Pada Anak Dengan Syndrom Down :
1. Sutura Sagitalis Yang Terpisah
2. Fisura Palpebralis Yang Miring
3. Jarak Yang Lebar Antara Kaki
4. Fontarela Palsu
5. “Plantar Crease” Jari Kaki I Dan II
6. Hyperfleksibilitas
7. Peningkatan Jaringan Sekitar Leher
8. Bentuk Palatum Yang Abnormal
9. Hidung Hipoplastik
10. Kelemahan Otot Dan Hipotonia
11. Bercak Brushfield Pada Mata
12. Mulut Terbuka Dan Lidah Terjulur
13. Lekukan Epikantus (Lekukan Kulit Yang Berbentuk Bundar) Pada Sudut Mata Sebelah Dalam
14. Single Palmar Crease Pada Tangan Kiri Dan Kanan
15. Jarak Pupil Yang Lebar
16. Oksiput Yang Datar
17. Tangan Dan Kaki Yang Pendek Serta Lebar
18. Bentuk / Struktur Telinga Yang Abnormal
19. Kelainan Mata, Tangan, Kaki, Mulut, Sindaktili
20. Mata Sipit





GEJALA-GEJALA LAIN :
1. Anak-anak yang menderita kelainan ini umumnya lebih pendek dari anak yang umurnya sebaya.
2. Kepandaiannya lebih rendah dari normal.
3. Lebar tengkorak kepala pendek, mata sipit dan turun, dagu kecil yang mana lidah kelihatan menonjol keluar dan tangan lebar dengan jari-jari pendek.
4. Pada beberapa orang, mempunyai kelaianan jantung bawaan.

Juga sering ditemukan kelainan saluran pencernaan seperti atresia esofagus (penyumbatan kerongkongan) dan atresia duodenum, jugaa memiliki resiko tinggi menderita leukimia limfositik akut. Dengan gejala seperti itu anak dapat mengalami komplikasi retardasi mental, kerusakan hati, bawaan, kelemahan neurosensori, infeksi saluran nafas berulang, kelainan GI.


KOMPLIKASI
1. Penyakit Alzheimer’s (penyakit kemunduran susunan syaraf pusat)
2. Leukimia (penyakit dimana sel darah putih melipat ganda tanpa terkendalikan).


PENYEBAB
1. Pada kebanyakan kasus karena kelebihan kromosom (47 kromosom, normal 46, dan kadang-kadang kelebihan kromosom tersebut berada ditempat yang tidak normal)
2. Ibu hamil setelah lewat umur (lebih dari 40 th) kemungkinan melahirkan bayi dengan Down syndrome.
3. Infeksi virus atau keadaan yang mempengaruhi susteim daya tahan tubuh selama ibu hamil.

PATOFISIOLOGI
Penyebab yang spesifik belum diketahiui, tapi kehamilan oleh ibu yang berusia diatas 35 tahun beresiko tinggi memiliki anak syndrom down. Karena diperjirakan terdapat perubahan hormonal yang dapat menyebabkan “non-disjunction” pada kromosom yaitu terjadi translokasi kromosom 21 dan 15. Hal ini dapat mempengaruhi pada proses menua.

DIAGNOSIS
Pada pemeriksaan radiologi didapatkan “brachyaphalic” sutura dan frontale yang terlambat menutup. Tulang ileum dan sayapnya melebar disertai sudut asetabular yang lebar. Pemeriksaan kariotiping untuk mencari adanya translokasi kromosom. Diagnosis antenatal dengan pemeriksaan cairan amnion atau vili karionik, dapat dilakukan secepatnya pada kehamilan 3 bulan atau pada ibu yang sebelumnya pernah melahirkan anak dengan syndrom down. Bila didapatkan janin yang dikandung menderita sydrom down dapat ditawarkan terminasi kehamilan kepada orang tua.

Pada anak dengan Sindrom Down mempunyai jumlah kromosom 21 yang berlebih ( 3 kromosom ) di dalam tubuhnya yang kemudian disebut trisomi 21. Adanya kelebihan kromosom menyebabkan perubahan dalam proses normal yang mengatur embriogenesis. Materi genetik yang berlebih tersebut terletak pada bagian lengan bawah dari kromosom 21 dan interaksinya dengan fungsi gen lainnya menghasilkan suatu perubahan homeostasis yang memungkinkan terjadinya penyimpangan perkembangan fisik ( kelainan tulang ), SSP ( penglihatan, pendengaran ) dan kecerdasan yang terbatas.

PENATALAKSANAN
1. Penanganan Secara Medis
a. Pendengarannya : sekitar 70-80 % anak syndrom down terdapat gangguan pendengaran dilakukan tes pendengaran oleh THT sejak dini.
b. Penyakit jantung bawaan
c. Penglihatan : perlu evaluasi sejak dini.
d. Nutrisi : akan terjadi gangguan pertumbuhan pada masa bayi / prasekolah.
e. Kelainan tulang : dislokasi patela, subluksasio pangkal paha / ketidakstabilan atlantoaksial. Bila keadaan terakhir ini sampai menimbulkan medula spinalis atau bila anak memegang kepalanya dalam posisi seperti tortikolit, maka perlu pemeriksaan radiologis untuk memeriksa spina servikalis dan diperlukan konsultasi neurolugis.

2. Pendidikan
a. Intervensi Dini
Program ini dapat dipakai sebagai pedoman bagi orang tua untuk memberi lingkunga yang memeadai bagi anak dengan syndrom down, bertujuan untuk latihan motorik kasar dan halus serta petunjuk agar anak mampu berbahasa. Selain itu agar ankak mampu mandiri sperti berpakaian, makan, belajar, BAB/BAK, mandi,yang akan memberi anak kesempatan.
b. Taman Bermain
Misal dengan peningkatan ketrampilan motorik kasar dan halus melalui bermain dengan temannya, karena anak dapat melakukan interaksi sosial dengan temannya.
c. Pendidikan Khusus (SLB-C)
Anak akan mendapat perasaan tentang identitas personal, harga diri dan kesenangan. Selain itu mengasah perkembangan fisik, akademis dan dan kemampuan sosial, bekerja dengan baik dan menjali hubungan baik.

3. Penyuluhan Pada Orang Tua


PENCEGAHAN
1. Konseling Genetik maupun amniosentesis pada kehamilan yang dicurigai akan sangat membantu mengurangi angka kejadian Sindrom Down.
2. Dengan Biologi Molekuler, misalnya dengan “ gene targeting “ atau yang dikenal juga sebagai “ homologous recombination “ sebuah gen dapat dinonaktifkan.

PROGNOSIS
44 % syndrom down hidup sampai 60 tahun dan hanya 14 % hidup sampai 68 tahun. Tingginya angka kejadian penyakit jantung bawaan pada penderita ini yang mengakibatkan 80 % kematian. Meningkatnya resiko terkena leukimia pada syndrom down adalah 15 kali dari populasi normal. Penyakit Alzheimer yang lebih dini akan menurunkan harapan hidup setelah umur 44 tahun.

Anak syndrom down akan mengalami beberapa hal berikut :
1. Gangguan tiroid
2. Gangguan pendengaran akibat infeksi telinga berulang dan otitis serosa
3. Gangguan penglihatan karena adanya perubahan pada lensa dan kornea
4. Usia 30 tahun menderita demensia (hilang ingatan, penurunan kecerdasan danperubahan kepribadian)

Sumber: dari sini

Anemia dan Kehamilan

Pendahuluan
Pengenceran darah dianggap sebagai penyesuaian diri secara fisiologis dalam kehamilan dan bermanfaat bagi wanita. Namun wanita hamil juga rentan terhadap berbagai kelainan darah yang mungkin mengenai setiap wanita usia subur. Kelainan-kelainan tersebut mencakup penyakit kronik yang didiagnosis sebelum hamil, misalnya anemia herediter, trombositopenia imunologis dan bahkan keganasan seperti leukemia dan limfoma. Pada kasus-kasus lain, kelainan timbul selama kehamilan akibat perubahan kebutuhan, misalnya anemia defisiensi besi dan anemia megaloblastik pada difisiensi folat. Pada sebagain kasus yang lain lagi, kehamilan mungkin menyamarkan kelainan hemalologis contohnya anemia hemolitik terkompensasi akibat hemoglobinopati atau defek membran sel darah merah. Akhirnya, setiap penyakit hematologis dapat muncul pertama saat hamil, misalnya anemia aplastik atau anemia hemolitik autoimun.

Definisi

Anemia pada wanita tidak hamil didefinisikan sebagai konsentrasi hemoglobin yang kurang dari 12 g/dl dan kurang dari 10 g/dl selama kehamilan atau masa nifas. Konsentrasi hemoglobin lebih rendah pada pertengahan kehamilan, pada awal kehamilan dan kembali menjelang aterm, kadar hemoglobin pada sebagian besar wanita sehat yang memiliki cadangan besi adalah 11g/dl atau lebih. Atas alasan tersebut, Centers for disease control (1990) mendefinisikan anemia sebagai kadar hemoglobin kurang dari 11 g/dl pada trimester pertama dan ketiga, dan kurang dari 10,5 g/dl pada trimester kedua.

Penurunan sedang kadar hemoglobin yang dijumpai selama kehamilan pada wanita sehat yang tidak mengalami defisiensi besi atau folat disebabkan oleh penambah volume plasma yang relatif lebih besar daripada penambahan massa hemoglobin dan volume sel darah merah. Ketidakseimbangan antara kecepatan penambahan plasma dan penambahan eritrosit ke dalam sirkulasi ibu biasanya memuncak pada trimester kedua. Istilah anemia fisiologis yang telah lama digunakan untuk menerangkan proses ini kurang tepat dan seyogyanya ditinggalkan. Pada kehamilan tahap selanjutnya, ekspansi plasma pada dasarnya berhenti sementara massa hemoglobin terus meningkat

Selama masa nifas, tanpa adanya kehilangan darah berlebihan, konsentrasi hemoglobin tidak banyak berbeda dibanding konsentrasi sebelum melahirkan. Setelah melahirkan, kadar hemoglobin biasanya berfluktuasi sedang disekitar kadar pra persalinan selama beberapa hari dan kemudian meningkat ke kadar yang lebih tinggi daripada kadar tidak hamil. Kecepatan dan besarnya peningkatan pada awal masa nifas ditentukan oleh jumlah hemoglobin yang bertambah selama kehamilan dan jumlah darah yang hilang saat pelahiran serta dimodifikasi oleh penurunan volume plasma selama masa nifas.

Walaupun sedikit lebih sering dijumpai pada wanita hamil dari kalangan kurang mampu, anemia tidak terbatas hanya pada mereka. Frekuensi anemia selama kehamilan sangat bervariasi, terutama bergantung pada apakah selama hamil wanita yang bersangkutan mendapat suplemen besi.

Etiologi
- Didapat :
1. Defisiensi besi
2. Kehilangan darah akut
3. Peradangan atau keganasan
4. Defisiensi vitamin B12
5. Hemolisis
6. Aplastik

- Herediter :
1. Talasemia
2. Hemoglobinopati sel sabit
3. Anemia hemolitik herediter

Pengaruh anemia terhadap kehamilan

Etiologi anemia merupakan hal penting dalam mengevaluasi efek anemia pada hasil kehamlian. Sebagai contoh, pada wanita dengan anemia sel sabit, hasil akhir pada ibu dan perinatal sangat berubah. Saat ini, belum ada bukti yang menyatakan bahwa efek samping berkaitan dengan anemia itu sendiri, tetapi lebih berhubungan dengan penyulit vascular akibat pembentukan sel sabit (sickling). Menurut Bennet dkk. (1998), berdasarkan National Hospital Dischange Data tahun 1991 – 1992, anemia sendiri jarang menjadi penyebab rawat inap terkait kehamilan.

Klebanoff dkk.(1991) meneliti hampir 27.000 wanita dan menemukan peningkatan ringan resiko kelahiran preterm pada anemia midtrimester. Lieberman dkk.(1987) mendapatkan keterkaitan positif antara hematokrit yang rendah dan kelahiran preterm pada wanita berkulit hitam, dan menyarankan bahwa anemia merupakan penanda difisiensi gizi. Anemia mungkin menyebabkan hambatan pertumbuhan janin. Menurut Barker dkk(1990), anemia dapat menyebabkan penyakit kardiovaskular. Kadyrov dkk (1998) mengajukan bukti bahwa anemia ibu mempengaruhi vaskularisasi plasenta dengan mengubah angiogenesis pada awal kehamilan.
Menurut World Health Organization, anemia diperkirakan ikut berperan pada hampir 40% kematian ibu hamil. Di Negara-negara dunia ketiga (Viteri, 1994). Ironisnya, pada wanita yang sebenarnya sehat. Konsentrasi hemoglobin yang lebih tinggi cenderung menyebabkan gangguan hasil kehamilan. Pada kasus-kasus ini, ekspensi normal volume darah selama kehamilan tampaknya terganggu. Murphy dkk(1986) melaporkan temuan dari Cardiff Birth Survey terhadap lebih dari 54.000 kehamilan tunggal. Mereka menemukan peningkatan angka kematian perinatal pada konsentrasi hemoglobin yang tinggi. Secara spesifik, wanita yang konsentrasi hemoglobinnya lebih dari 13,2 g/dl pada gestasi 13 sampai 18 minggu memperlihatkan peningkatan angka kematian perinatal, bayi dengan berat lahir rendah, dan pelahiran premature, preeklamasia pada nulipara. Scanloon dkk.(2000) mempelajari hubungan antara hemoglobin Ibu dan bayi preterm atau dengan hambatan pertumbuhan pada173.031 kehamilan. Hemoglobin yang rendah (<> 3 SD) pada gestasi 12 sampai 18 minggu memperlihatkan peningkatan 1,3 sampai 1,8 kali lipat untuk hambatan pertumbuhan janin.

Klasifikasi
1.Anemia Defisiensi Besi
Penyebab tersering anemia selama kehamilan dan masa nifas adalah defisiensi besi dan kehilangan darah akut. Tidak jarang keduanya saling berkaitan erat, karena pengeluaran darah yang berlebihan disertai hilangnya besi hemoglobin dan terkurasnya simpanan besi pada suatu kehamilan dapat menjadi penyebab penting anemia defisiensi besi pada kehamilan berikutnya.
Defisiesnsi besi sering terjadi pada wanita dan Centers For Disease Control and Prevention (1989) memperkirakan bahwa sekitar 8 juta wanita Amerika usia subur mengalami defisiensi besi. Status gizi yang kurang sering berkaitan dengan anemia defisiensi besi (scholl, 1998). Pada gestasi biasa dengan satu janin, kebutuhan ibu akan besi yang dipicu oleh kehamilannya rata-rata mendekati 800 mg; sekitar 500 mg, bila tersedia, untuk ekspansi massa hemoglobin ibu sekitar 200 mg atau lebih keluar melalui usus, urin dan kulit. Jumlah total ini 1000 mg jelas melebihi cadangan besi pada sebagian besar wanita. Kecuali apabila perbedaan antara jumlah cadangan besi ibu dan kebutuhan besi selama kehamilan normal yang disebutkan diatas dikompensasi oleh penyerapan besi dari saluran cerna, akan terjadi anemia defisiensi besi.
Dengan meningkatnya volume darah yang relatif pesat selama trimester kedua, maka kekurangan besi sering bermanifestasi sebagai penurunan tajam konsentrasi hemoglobin. Walaupun pada trimester ketiga laju peningkatan volume darah tidak terlalu besar, kebutuhan akan besi tetap meningkat karena peningkatan massa hemoglobin ibu berlanjut dan banyak besi yang sekarang disalurkan kepada janin. Karena jumlah besi tidak jauh berbeda dari jumlah yang secara normal dialihkan, neonatus dari ibu dengan anemia berat tidak menderita anemia defisiensi besi.

Penegakan diagnosis
Evaluasi awal pada wanita hamil dengan anemia sedang adalah pengukuran hemoglobin, hemaokrit, dan indeks-indeks sel darah merah, pemeriksaan cermat terhadap sedian apus darah tepi; preparat sel sabit apabila wanita yang bersangkutan keturunan Afrika; dan pengukuran konsentrasi besi atau ferritin serum, atau keduanya. Gambaran morfologis klasik anemia defisiensi besi-hipokromia dan mikrositosis dan mikrositosis eritrosit tidak begitu menonjol pada wanita hamil dibandingkan pada wanita tidak hamil dengan kosentrasi hemogolobin yang sama. Anemia difesiensi besi tingkat sedang selama kehamilan contohnya, konsentrasi hemoglobin 9g/dl,biasanya tidak disertai perubahan morfologis eritrosit yang nyata. Namun, dengan derajat anemia defisiensi besi sebesar ini, kadar feritin serum lebih rendah daripada normal, dan pewarna besi pada sumsum tulang memberi hasil negatif. Kapasitas serum untuk mengikat besi (serum iron-binding capacity) meningkat, tetapi kapasitas ini saja tidak banyak bernilai diagnostic karena kapasitas ini juga meningkat pada kehamilan normal tanpa defisiensi besi. Hyperplasia normoblastik sedang pada sumsum tulang juga sama dengan yang terjadi pada kehamilan normal. Karena itu, anemia defisiensi besi pada kehamilan terutama merupakan konsekuensi dari ekspansi volume darah tanpa ekspansi normal massa hemogolobin ibu.
Kadar ferritin serum normalnya menurun selama kehamilan (Godenberg dkk, 1996). Kadar yang kurang dari 15 mg/l memastikan anemia difisiensi besi (centers for disease control and prevention, 1989). Namun, Van Den Broek dkk (1998) menyajikan bukti bahwa titik patokan (cutoff point) 30 mg/l memiliki nilai prediksi positif 85 persen dan nilai prediksi negatif 90%. Secara pragmatis, diagnosis defisiensi besi pada wanita hamil dengan anemia sedang biasanya bersifat presumtif dan terutama didasarkan pada ekslusi kausa anemia yang lain.
Apabila wanita hamil dengan anemia defisiensi besi tingkat sedang diberi terapi besi yang memadai, akan terdeteksi respons hematologist berupa peningkatan hitung retikulosit. Laju peningkatan konsentrasi hemgolobin atau hematokrit cukup bervariasi, tetapi biasanya lebih lambat dibanding pada wanita tidak hamil. Penyebabnya terutama berkaitan dengan perbedaan volume darah, dan pada separuh terakhir kehamilan, terjadi penambahan hemoglobin baru kedalam volume sirkulasi yang lebih besar.

Terapi
Tujuan terapi adalah koreksi defisit massa hemoglobin dan akhirnya pemulihan cadangan besi. Kedua tujuan ini dapat dicapai dengan senyawa besi sederhana ferro sulfat, fumarat, atau glukonat per oral yang mengandung dosis harian sekitar 200 mg besi elemental. Apabila wanita yang bersangkutan tidak dapat atau tidak mau mengkonsumsi preparat besi oral, ia diberi terapi parental (Andrews, 1999; Hallak dkk., 1997). Untuk mengganti simpanan besi, terapi oral harus dilanjutkan selama 3 bulan atau lebih setelah anemia teratasi. Transfuse sel darah merah atau darah lengkap jarang diindikasi untuk mengobati anemia defisiensi besi kecuali apabila juga terdapat hepovolemia akibat perdarahan atau harus dilakukan suatu tindakan bedah darurat pada wanita dengan anemia berat.

2. Anemia akibat perdarahan akut
Sering terjadi pada masa nifas. Solusio plasenta dan plasenta previa dapat menjadi sumber perdarahan serius dan anemia sebelum atau setelah pelahiran. Pada awal kehamilan, anemia akibat perdarahan sering terjadi pada kasus-kasus abortus, kehamilan ektopik, dan mola hidatidosa. Perdarahan masih membutuhkan terapi segera untuk memulihkan dan mempertahankan perfusi di organ-organ vital walaupun jumlah darah yang diganti umumnya tidak mengatasi difisit hemoglobin akibat perdarahan secara tuntas, secara umum apabila hipovolemia yang berbahaya telah teratasi dan hemostasis tercapai, anemia yang tersisa seyogyanya diterapi dengan besi. Untuk wanita dengan anemia sedang yang hemoglobinnya lebih dari 7 g/dl, kondisinya stabil, tidak lagi menghadapi kemungkinan perdarahan serius, dapat berobat jalan tanpa memperlihatkan keluhan, dan tidak demam, terapi besi selama setidaknya 3 bulan merupakan terapi terbaik dibandingkan dengan transfusi darah.

3. Anemia pada penyakit kronik
Gejala-gejala tubuh lemah, penurunan berat badan, dan pucat sudah sejak jaman dulu dikenal sebagai cirri penyakit kronik. Berbagai penyakit terutama infeksi kronik dan neoplasma menyebabkan anemia derajat sedang dan kadang-kadang berat, biasanya dengan eritrosit yan sedikit hipokromik dan mikrositik. Dahulu, infeksi khususnya tuberculosis, endokarditis, atau esteomielitis sering menjadi penyebab, tetapi terapi antimikroba telah secara bermakna menurunkan insiden penyakit-penyakit tersebut. Saat ini, gagal ginjal kronik, kanker dan kemoterapi, infeksi virus imunodefisiensi manusia (HIV), dan peradangan kronik merupakan penyebab tersering anemia bentuk ini. Denominator bersama adalah meningkatkan produksi sitokin yang memperantarai respons imun atau peradangan (Means, 1999).
Pada pasien tidak hamil dengan penyakit peradangan kronik, konsentrasi hemoglobin jarang kurang dari 7 g/dl. Biasanya morfologi sel sumsum tulang tidak terlalu berubah. Konsentrasi besi serum menurun, dan kapasitas serum mengikat besi , walaupun lebih rendah daripada kehamilan normal , tidak jauh dibawah rentang normal tidak hamil. Kadar ferittin serum biasanya meningkat. Karena itu, walaupun mekanisnmenya sedikit berbeda satu sama lain, anemia-anemia ini sama-sama memperlihatkan perubahan fungsi retikuleondotelial, metabolisme besi, dan penurunan eritropoiesis dengan derajat dan kombinasi yang berbeda-beda (Andrews, 1999)
Selama kehamilan, sejumlah penyakit kronik dapat menyebabkan anemia. Beberapa diantaranya adalah penyakit ginjal kronik, supurasi, penyakit peradangan usus (inflammatory bowel disease), lupus eritematosus sistemetik, infeksi granulomatosa, keganasan, dan arthritis remotoid. Anemia biasanya semakin berat seiring dengan meningkatnya volume plasma melebihi ekspansi massa sel darah merah. Wanita dengan pielonfritis akut berat sering mengalami anemia nyata. Hal ini tampaknya terjadi akibat meningkatnya destruksi eritosit dengan produksi eritropoietin normal (Cavenee dkk,1994)
Anemia pada penyakit kronik berespons terhadap pemberian eritropoietin rekombinan. Obat ini sudah berhasil digunakan untuk mengobati anemia pada insufisiensi ginjal kronik, peradangan kronik, dan keganasan (Goodnough dkk, 1997). Dari kajian mereka, Vora dan Gruslin (1998) hanya mendapatkan beberapa laporan tentang penggunaan eritropoietin ini pada kehamilan. Braga dkk. (1996) mengobati lima wanita dengan anemia berat akibat insufisiensi ginjal kronik. Walaupun massa sel darah merah biasanya meningkat dalam beberapa minggu, dapat timbul efek samping yang mengkhawatirkan yaitu hipertensi, yang biasanya sudah ada pada para wanita ini.Dalam studi oleh Braga dkk. (1996) yang disebutkan diatas, satu dari lima wanita yang diterai mengalami solusio plasenta.

4. Anemia Megaloblastik
Anemia megaloblastik adalah kelompok penyakit darah yang ditandai oleh kelainan darah dan sumsum tulang akibat gangguan sintesis DNA.

a.Defisiensi Asam Folat.
Anemia megaloblastik yang dimulai selama kehamilan hampir selalu disebabkan oleh difisiensi asam folat, dan dahulu disebut sebagai anemia pernisiosa gravidarum. Anemia ini biasanya dijumpai pada wanita yang tidak mengokonsumsi sayuran berdaun hijau, polong-polongan, dan protein hewani. Wanita dengan anemia megaloblastik mungkin mengalami mual, muntah dan anoreksia selama kehamilan. Seiring dengan memburuknya difisiensi folat dan anemia, anoreksa semakin parah sehinggga difisiensi gizi juga semaki parah. Pada sebagian kasus, konsumsi etanol yang berlebihan menjadi penyebab atau ikut berperan dalam timbulnya anemia ini.
Pada wanita normal tidak hamil, kebutuhan asam folat harian adalah 50 sampai 100 mg/hari. Selama kehamilan, kebutuhan akan asam folat meningkat, asupan dianjurkan 400 mg/hari. Bukti biokimiawi yang paling awal ditemui adalah rendahnya aktivitas asam folat di dalam plasma. Tanda morfologis paling dini biasanya adalah hipersegmentasi neufrofil. Seiring dengan timbulnya anemia, eritosit yang baru terbentuk akan menjadi makrositik. Apabila sudah terdapat difisiensi besi, eritrosit makrositik tidak dapat terdeteksi dari pengukuran volume rata-rata sel darah merah (mean corpuscular volume). Namun, pada pemeriksaan yang teliti terhadap sediaan apus darah tapi biasanya ditemukan makrosit. Seiring dengan bertambah parahnya anemia, kadang-kadang muncul eritrosit berinti didarah tepi. Pada saat yang sama, pemeriksaan sumsum tulang akan mengungkapkan adanya eritorpoiesis megaloblastik. Anemia kemudian dapat bertambah parah, dan dapat juga terjadi trombositopenia, laukopenia atau keduanya.
Janin dan plasenta mengekstraksi folat dari sirkulasi ibu sedemikian efektifnya sehingga janin tidak mengalami anemia walaupun ibunya mengerita anemia berat akibat difisiensi folat. Pernah dilaporkan kasus-kasus dengan kadar hemoglobin neonatus mencapai 18 g/dl atau lebih, sedangkan kadar pada ibu serendah 3,6 g/dl (Pritchard dan Scott,1970).

Terapi
Asam folat, makanan bergizi, dan zat besi. Bahkan hanya 1 mg asam folat yang diberikan per oral setiap hari sudah dapat menimbulkan respons hematologis yang nyata. Dalam 4 sampai 7 hari setelah awal pengobatan, hitung retikulosit akan meningkat secara bermakna, sedangkan leucopenia dan trombositopenia akan segera terkoreksi. Kadang-kadang laju peningkatan konsentrasi hemoglobin atau hematokrit tidak terlalu besar, terutama apabila dibandingkan dengan retikulositosis yang biasanya mencolok segera setelah terapi dimulai.

Pencegahan
Makanan yang cukup mengandung asam folat mencegah anemia megaloblastik. Telah banyak perhatian dipusatkan pada peran defisiensi folat pada pembentukan defek tabung saraf (neural – tube defect) Temuan-temuan ini mendorong Centers for Disease control (1992) dan American college of obstetricians and Gymecologists (1996) mengeluarkan anjuran bahwa semua wanita usia subur mengkonsumsi paling sedikit 0,4 mg asam folat setiap hari. Tambahan asam folat diberikan pada keadaan-keadaan kebutuhan folat sangat meningkat, misalnya pada kehamilan multijanin atau anemia hemolitik, misalnya penyakit sel sabit. Indikasi lain adalah penyakit peradangan kulit. Terdapat bukti bahwa wanita yang pernah melahirkan janin dengan defek tabung saraf mengalami penurunan angka kekambuhan apabila mereka mendapat asam folat 4 mg perhari sebelum dan selama awal kehamilan.

b.Defisiensi Vitamin B12
Anemia megaloblastik yang disebabkan oleh kekurangan vitamin B12 selama kehamilan sangat jarang terjadi, ditandai oleh kegagalan tubuh menyerap vitamin B12 karena tidak adanya faktor intrinsik. Ini adalah suatu penyakit autoimun yang sangat jarang pada wanita dengan kelainan ini. Defisiensi vitamin B12 pada wanita hamil lebih mungkin dijumapai pada mereka yang menjalani reseksi lambung parsial atau total. Kausa lain adalah penyakit Crohn, reseksi ileum, dan pertumbuhan bakteri berlebihan di usus halus.
Kadar vitamin B12 serum diukur dengan radio immunoassay. Selama kehamilan, kadar nonhamil karena berkurangnya konsentrasi protein pengangkut B12 transkobalamin (zamorano dkk, 1985). Wanita yang telah menjalani gastrektomi total harus diberi 1000 mg sianokobalamin (vitamin B12) intramuscular setiap bulan. Mereka yang menjalani gastrektomi parsial biasanya tidak memerlukan terapi ini, tetapi selama kehamilan kadar vitamin B12 perlu dipantau. Tidak ada alasan untuk menunda pemberian asam folat selama kehamilan hanya karena kekhawatiran bahwa akan terjadi gangguan integritas saraf pada wanita yang mungkin hamil dan secara bersamaan mengidap anemia pernisiosa Addisonian yang tidak terdeteksi (sehingga tidak diobati).

5.Anemia hemolitik didapat

a. Anemia Hemolitik Autoimun
Adalah penyakit yang jarang dan penyebab penyimpangan pembentukan antibodi tidak diketahui. Anemia yang disebabkan oleh faktor-faktor ini mungkin disebabkan oleh autoantibody aktif-hangat (80 sampai 90%), antibodi aktif – dingin, atau kombinasinya. Sindrom-sindrom ini juga dapat diklasifikasikan sebagai primer atau idiopatik, dan separuhnya adalah sekunder akibat suatu penyakit atau faktor lain. Contoh dari keadaan yang terakhir adalah limfoma dan leukemia, penyakit jaringan ikat, bebarapa infeksi, penyakit peradangan kronik atau akibat obat (provan dan Watherall, 2000). Pada sebagian kasus yang diklasifikasikan sebagai idiopatik, tindak lanjut yang cermat mungkin dapat mengungkapkan adanya suatu penyakit yang mendasari.
Pada anemia hemolitik autoimun, uji antiglobulin (Coombs) langsung dan tidak langsung biasanya positif. Hemolisis dan uji antiglobulin yang positif mungkin merupakan konsekuensi dari adanya antibodi lgM atau lgG antieriritrosit. Sferositosis dan retikulositosis merupakan gambaran khas pada sediaan apus darah tepi. Penyakit agglutinin dingin (cold agglutinin disease) dapat dipicu oleh Mycoplasma pneumoniae atau mononucleosis infeksiosa.
Wanita dengan anemia hemolitik autoimun kadang-kadang memperlihatkan percepatan hemolisis yang mencolok selama hamil. Glukokortikoid biasanya efektif seperti pada pasien tidak hamil, dan terapinya adalah dengan prednisone 1 mg/kg perhari atau ekivalennya. Terapi ini juga biasanya memperbaiki trombositopenia yang secara kebetulan terjadi bersamaan.
Antibodi lgM tidak melewati plasenta sehingga sel darah merah janin tidak terpengaruh; namun, antibodi lgG, khususnya subkelas lgG1 dan lgG3 menembus plasenta. Contoh paling umum efek samping pada janin akibat antibodi lgG yang dibentuk oleh ibu adalah isoimunisasi D maternal disertai penyakit hemolitik pada janin dan neonatus (bab 39, hal 1182). Transfuse sel darah merah untuk ibu hamil dengan penyakit hemolitik autiomun yang parah dipersulit oleh adanya antibodi antieritrosit yang beredar dalam darah. Penghangatan sel-sel donor hingga mencapai suhu tubuh akan mengurangi kerusakan sel-sel donor oleh agglutinin dingin.


b.Anemia Hemolitik Akibat Obat
Hemolisis akibat obat yang dijumpai selama kehamilan harus dibedakan dari bentuk-bentuk lain anemia hemolitik autoimun. Hemolosis yang terjadi biasanya ringan, mereda setelah obat dihentikan, dan dapat dicegah dengan menghindari obat tersebut. mekanisme kerjanya berbeda-beda, tetapi umumnya terjadi karena cedera imunologis sel darah merah yang perantarai oleh obat. Obat yang bekerja sebagai hapten beratinitas tinggi dengan suatu protein sel darah merah. Tempat melekatnya antibodi antiobat ini, contohnya antibodi lgM antipenisilin. Obat dapat bekerja sebagai hapten berafinitas rendah dan melekat keprotein membran sel.
Gejala yang timbul tergantung pada derajat hemolisis. Biasanya terjadi hemolisis kronik ringan sampai sedang, tetapi beberapa obat yang bekerja sebagai hapten berafinitas rendah dapat memicu hemolisis akut yang parah. Garratty dkk(1999) baru-baru ini melaporkan tujuh kasus anemia hemolitik berat akibat sofetetan profilaksis untuk tindakan obstetric. Uji antiglobulin langsung positif; dijumpai sfrositosis dan retikulositosis; dan mungkin terjadi trombotitopenia dan leucopenia. Pada sebagian besar kasus, penghentian obat penyebab mengakibatkan gejala-gejala lenyap. Efektivitas kortikosteriod masih dipertanyakan, dan transfusi diberikan hanya apabila anemianya parah. Hemolisis akibat obat terutama pada wanita Amerika – Afrika, jauh lebih sering berkaitan dengan defek enzim eritrosit congenital, misalnya defisiensi glukosa 6 fosfat dehidrogenenese (G6PD) yang parah.

c.Anemia hemolitik akibat kehamilan
Anemia hemolitik yang tidak jelas sebabnya pada kehamilan, jarang dijumpai tetapi mungkin merupakan entitas tersendiri dan pada kelainan ini terjadi hemolisis berat yang dimulai pada awal kehamilan dan reda dalam beberapa bulan setelah melahirkan. Penyakit ini ditandai oleh tidak adanya bukti mekanisme imunologik atau defek intra atau ekstraeritrosit (Starksen dkk 1983). Karena janin bayi juga mungkin memperlihatkan hemolisis transient, diduga terdapat suatu kausa imunologis. Terapi kortiko steroid terhadap ibu biasanya efektif.

d.Hemoglobinuria Noktural Paroksismal
Walaupun sering dianggap sebagai suatu anemia hemolitik, ini adalah suatu gangguan sel induk hemopoetik yang ditandai oleh terbentuknya trobosit, granulosit, dan eritrosit yang cacat. Hemoglobinuria nocturnal paroksismal merupakan penyakit didapat dan timbul dari satu klon sel yang abnormal, kurang lebih seperti neoplasma (Packham, 1998). Salah satu gen terkait – x yang mengalami mutasi dan berperan dalam penyakit ini disebut PIG – A (fofatidilinositol glikan protein A). Protein-pretoin utama abnormal yang terbentuk di membrane ertrosiit dan granulosit menyebabkan sel-sel tersebut sangat rentan mengalami lisis oleh kemplemen (Provan dan Weatherall, 2000)
Gambaran klinisnya sama seperti Anemia hemolitik di dapat dengan awitan perlahan dan perjalan penyakit yang kronik. Hemoglobinuria terjadi dalam interval yang tidak teratur dan tidak selalu malam hari. Hemolisis dapat dipicu oleh transfusi, infeksi, atau pembedahan. Keparahan penyakit berkisar dari ringan sampai mematikan. Penyulit mencakup penyulit yang terjadi pada enemia kronik, dan diperparah oleh difisiensi besi akibat pengeluaran besi melalalui urin. Hampir 40 % pasien menderita trombosis vena, dan pernah dilaporkan sindrom Budd – Chiari yang disebabkan oleh trombosis vena hepatica. Kelainan ginjal dan hipertensi juga sering terjadi. Media angka harapan hidup setelah diagnosis adalah 10 tahun tetapi 15 persen pasien mengalami remisi jangka panjang secara spontan (Hillmen dkk, 1995). Belum ada terapi yang definitive, kecuali mungkin tranplantasi sumsum tulang.
Efek Pada Kehamilan yaitu dapat membahayakan kehamilan.. Greene dkk (1983) mengkaji 31 kasus pada kehamillan dan mendapatkan bahwa penyulit timbul pada lebih dari tiga perempat kasus. Angka kematian ibu adalah 10 persen dan hampir separoh wanita mengalami trombosis vena pascapartum, termasuk sindrom Budd – Chiari atau trombosis vena serebri. Solal – Celigny dkk (1987) melaporkan penyulit pada dua pertiga dari 38 kehamilan. Walaupun mereka tidak menjumpai kematian ibu, sering terjadi penyulit yang mengancam nyawa, terutama akibat hemolisis dan perdarahan.
e. Anemia didapat lainnya.
Seperti diuraikan oleh Pritchard dkk (1976), walaupun jarang, hemolisis fragmentasi (mikroangiopatik) yang nyata disertai hemoglinemia kadang-kadang menjadi penyulit preeklamsia-eklamsia. Hal ini sering disebut sabagai sindrom HELP (Hemolysis, Elevated Liver Ensym an Low Platelest) .Anemia hemolitik didapat yang paling fuminan pada kehamilan adalah yang disebabkan oleh eksotoksin clostridium perferingens atau streptokokus b - hemolitikus grup A. Akhirnya, endotoksin bakteri gram-negatif, atau lipopolisakarida – terutama pada pielonefritis akut berat – mungkin disertai oleh tanda-tanda hemolisis dan anemia ringan sampai sedang (Cox dkk, 1991)

6. Anemia hemolitik akibat defek eritrosit herediter

Gambaran eritrosit normal berbentuk seperti cakram bikonkaf, dan dibandignkan dengan volumenya, luas permukaan membrane lebih besar. Hal ini memungkinkan terjadinya berbagai deformasi siklik reversible sewaktu eritrosit menghadapi gaya regangan yang tercipta di arteri dan berjalan melalui celah-celah lien yang lebih kesil daripada diameter melintangnya. Sejumlah defisiensi enzim atau kelainan herediter membran sel darah merah menyebabkan destabilisasi lapis-ganda. Lemak berkurangnya luas permukaan, dan sel yang kurang lentur sehingga mengalami hemolisis menyebabkan anemia dengan derajat bervariansi. Beberapa diantara kelaian herediter membran yang mempercepatkan destruksi ini adalah srositosis. Heraditer, piropoikilositesis dan ovalositosis.

a.Sferositosis Herediter
Walaupun sebagian besar disebabkan oleh defisiensi spektrin dominant autosom dengan penetrasi bervariasi, kelainan dapat juga bersifat resesif autosom dan mungkin disebabkan oleh defisiensi ankirin atau protein atau kombinasinya (Rosse dan Burn, 1994). Penyakit-penyakit ini secara klinis ditandai oleh anemia dan ikterus dengan derajat bervariasi akibat hemolisis sel darah merah mikrosferositik. Pemastian diagnosis adalah dengan membuktikan adanya sferosit pada apus darah tepi, retikulositosis, dan peningkatan fragilitas osmotic.
Hemolisis dan anemia yang menyertainya bergantung pada keutuhan limpa, yang biasanya membesar. Splenektomi, walaupun tidak memperbaiki detak membrane, sferositosis, atau peningkatan fragilitas osmotik, dapat sangat mengurangi hemolosis, anemia berat akibat percepatan destruksi sel darah merah terjadi pada wanita yang limpanya masih berfungsi. Infeksi harus dideteksi dan diterapi dengan Negara.
Wanita dengan sferositosis herediter dapat menjalani kehamilan dengan baik. Dianjurkan pemberia suplemen asam folat. Maberry dkk, (1992) melaporkan di Parkland Hospital pada 50 kehamilan dari 23 wanita dengan sferositosis. Pada kehamilan tahap lanjut, hematoksit bervarisi dari 23 sampai 41 dan dihitung retikulosit berkisar dari 1 sampai 23 persen. Morbiditas ibu minimal. Terjadi delapan abortus, dan empat dari 42 bayi lahir preterm, tetapi tidak ada yang mengalami hambatan pertumbuhan. Infeksi pada empat wanita memperparah hemolisis dan tiga orang memerlukan transfuse. Hasil-hasil serupa dilaporkan oleh Pajor dkk (1993) pada 19 kehamilan dari delapan wanita Hongaria.
Neonatus yang mengidap sferositosis herediter mungkin mengalami hiperbilirubinemia dan anemia selama masa neonatus. Kami pernah menjumpai kadar hemoglobin yang turun sampai serendah 5 g/dl pada usia 5 minggu pada anak perempuan dari seorang wanita dengan sferositosis herediter.

b.Defisiensi Enzim Sel Darah Merah
Eritrosit memerlukan sejumlah enzim agar dapat menggunakan glukosa dalam keadaan anaerob. Defisiensi dari banyak, tetapi tentunya tidak semua enzim ini dapat menyebabkan anemia nonsferotik herediter. Sebagian besar diwariskan sebagai sifat resesif autosom. Defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase, sejauh ini adalah defisiensi enzim yang paling sering dijumpai, adalah pengecualian karena diwariskan secara terkait-X. terdapat lebih dari 400 varian enzim ini (Beytler, 1991). Pada varian A, diwarisi oleh sekitar 2 persen wanita Amerika-Afrika, aktivitas enzim di eritrosit sangat jauh berkurang. Pada keadaan hemozigot atau defisien ini, kedua jromosom X terkena. Keadaan heterozigot, dengan sati kromosom X normal dan sati defisien, ditemukan pada 10 sampai 15 persen wanita Amerika-Afrika. Defek ini mungkin sedikit banyak memberi perlindungan terhadap infeksi malaria. Inaktivasi acak kromosom X menyebabkan terjadinya berbagai defisiensi aktivitas enzim. Infeksi atau beberapa obat oksidan dapat memicu hemolisis pada sebagian wanita heterozigot serta homozigot. Karena itu, anemia bersifat episodic, walaupun beberapa varian menyebabkan hemolisis nonsferositik kronik. Karena eritrosit muda mengandung aktivitas enzim yang lebih tinggi daripada eritrosit tua, tanpa adanya depresi sum-sum tulang, anemia akhirnya akan mengalami stabilisasi dan terkoreksi segera setelah obat penyebab dihentikan.
Defisiensi piruvat kinase, walaupun jarang, mungkin merupakan defisiensi enzim kedua tersering. Penyakit ini diwariskan sebagai sifat resesif autosom. Ghidini dan Korker (1998) menjelaskan penanganan konservatif tanpa transfuse pada seorang wanita yang kada hemoglobinya mencapai nadir 6,8 g/dl pada pertengahan kehamilan. Gilsanz dkk, (1993) melaporkan hidrops fetalis rekuren pada janin yang homozigot. Pada kehamilan keempat, mereka mendiagnosis anemia janin dan tidak adanya defesiensi piruvat kinase dengan menggunakan fungsi tali pusat (funipuncture).
Terdapat sejumlah kelainan enzim lain yang sangat jarang ayng sebagian di antarannya dapat menyebabkan hemolisis, dan sebagian yang tidak. Walaupun derajat hemolisis kronik berbeda-beda, beberapa episode anemia berat pada semua defisiensi enzim ini dipicu oleh obat atau infeksi seperti dijelaskan sebalumnya. Selama kehamilan, pasien diberi besi dan asam folat. Obat oksigen dihindari, dan infeksi bakteri segera diatasi. Transfusi dengan sel darah merah diberikan hanya apabila hematoksit turun di bawah 20, kecuali apabila terdapat tanda-tanda gagal jantung atau hipoksia.

7. Anemia Aplastik dan Hipoplastik
Walaupun jarang dijumpai pada kehamilan, anemia aplastik adalah suatu penyulit yang parah. Diagnosis ditegakkan apabila dijumpai anemia, biasanya disertai trombositopenia, leucopenia, dan sumsum tulang yang sangat hiposeluler (Marsh dll, 1999). Pada sekitar sepertiga kasus, anemua dipicu oleh obat atau zat kimia lain, infeksi, radiasim, leukemia, dan gangguan imunologis. Anemia Fanconi dan sindrom Diamond-Blackfan merupakan penyakit herediter. Pada dua pertiga kasus lainnya, kausa tidak diketahui (Provan dan Weatherall, 2000). Kelainan fungsional mendasar tampaknya adalah penurunan mencolok sel indik yang terikat di sumsum tulang. Banyak bukti yang menyatakan bahwa penyakit ini diperantarai oleh proses imunologis (Young dan Maciejewski, 1997). Pada penyakit yang parah, yang didefinisikan sebagai hiposelularitas sumsum tulang yang kurang dari 25 persen, angka kelangsungan hidup 1 tahun hanya 20 persen.

Anemia Aplastik pada Kehamilan
Pada sebagian besar kasus, anemia aplastik dan kehamilan tampaknya terjadi bersamaan secara kebetulan. Karena sekitar sepertiga wanita membaik setelah terminasi kehamilan, dipostulasikan bahwa kehamilan-melalui satuan cara-memicu hipoplasia eritroid (Aitchison, 1989). Yang jelas, pada beberapa wanita, anemia hipoplastiknya pertama kali diidentifikasi saat hamil dan kemudian membaik atau bahkan sembuh saat kehamilan berakhir namun kambuh pada kehamilan berikutnya (Bourantas dkk, 1997, Snyder dkk, 1991).
Rijhsinghani dan Wiechert (1994) melaporkan dua kehamilan pada wanita dengan anemia Diamond-Blackfan. Aplasia sel darah merah murni yang jarang ini mungkin diwariskan secara resesif autosom. Sebagian pasien berespons terhadap terapi glukokortikoid, tetapi sebagian besar berganting pada transfuse. Pengalaman kami dengan dua wanita yang mempunyai penyakit ini serupa. Penyakit Gaucher adalah seuatu defisiensi encim lososom resesif autosom yang mengenai banyak system organ. Anemia dan trombositoipenia diperparah oleh kehamilan (Gronovsky-Grisaru dkk, 1995). Kemudian, kelompok peneliti Israel ini membuktikan bahwa terapi sulih enzim (algluserase memperbaiki hasil kehamilan pada enam wanita (Elstin dkk, 1997).
Dua risiko besar bagi wanita hamil dengan anemia aplastik adalah perdarahan dan infeksi (Ascarelli dkk, 1998). Pada kasus-kasus yang dilaporkan sejak tahun 1960, angka kematian selama atau setelah kehamilan adalah 50 persen, dan kematian hamper selalu disebabkan oleh perdarahan atau sepsis. Anemia Fanconi tampaknya memiliki prognosis yang lebih baik. Alter dkk (1991) mengkaji kepustakaan dan menyimpulkan bahwa wanita yang menjadi hamil mengalami perbaikan penyakit.

Penatalaksanaan
Belum ada satu pun obat ertropoietik yang pada anemia lain dapat menyebabkan remisi terbukti efektif. Terapi untuk anemia aplastik yang parah, yang kemungkinan besar efektif adalah transplantasi sumsum tulang atau sel induk. Bagi pasien yang penyakitnya tidak terlalu parah, atau mereka yang tidak mendapatkan donor, terapi terbaik yang ada adalah globulin antitimosit (Marsh dkk, 1999). Terapi imunosupresif dengan siklosporin memperbaiki respons terhadap globulin antitimosit. Kortikosteroid mungkin bermanfaat, demikian juga testosteran atau steroid androgenic lainnya dalam dosis besar. Wanita yang diterapi hampir pasti mengalami virilisasi. Janin perempuan dapat memeprlihatkan stigmata kelebihan androgen (pseudohermafroditisme), bergantung pada senyawa, dosis, dan kapasitas plasma melakukan aromatisasi terhadap androgen.
Pencarian yang kontinu terhadap infeksi harus dilanjutkan, dan apabila ditemukan harus segera diberikan terapi antimikroba spesifik. Transfuse garanulosit diberikan hanya apabila benar-benar terjadi infeksi. Transfuse sel darah merah diberikan untuk anemia simtomatik, dan kami secara rutin memberi transfuse untuk mempertahankan hematoksit pada kadar sekitar 20. Apabila hitung trombosit sangat rendah, mungkin diperlukan transfuse trombosit untuk mengendalikan perdarahan. Pelahiran per vaginam dilakukan untuk meminimalisasi insisi dan laserasi sehingga pengeluaran darah dapat dikurangi saat uterus dirangsang berkontraksi kuat setelah pelahiran. Bahkan apabila trombositopenianya berat, risiko perdarahan dapat diperkecil dengan pelahiran per vaginam yang dilakukan sedemikian sehingga laserasi dan episiotomi luas dapat dihindari.
Transplantasi Sumsum Tulang, memerlukan terapi imunosupresif selama beberapa bula setelah transplantasi. Riwayat transfuse darah, dan bahkan kehamilan, meningkatkan risiko penolakan tandur. Bagi pasien, yang telah bebas penyakit selama 2 tahun, transplantasi menyebabkan angka harapan hidup menjadi 90 persen (Deef dkk, 1998). Penyakit graft-versus-host akut dan kronik merupakan penyulit serius yang tersering dan menyebabkan dua pertiga kematian dalam dua tahun pertama (Socie dkk, 1999). Kelompok peneliti yang sama ini melaporkan bahwa separuh dari 95 pasien wanita hamil.

Sumber : dari sini